Imunisasi
Definisi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Godam, 2008).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak (Godam, 2008).
Tujuan Imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyaki yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Godam, 2008).
Manfaat Imunisasi
Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak dan teman-teman disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut. Anak yang telah diimunisasi bila terinfeksi oleh kuman tersebut maka tidak akan menularkan ke adik, kakak, atau teman-teman disekitarnya. Jadi, imunisasi selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk mencegah penyebaran ke adik, kakak dan anak-anak lain disekitarnya (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Kerugian Tidak Imunisasi
Kalau anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Anak yang tidak diimunisasi akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke adik, kakak dan teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak. Oleh karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau kematian (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Macam – Macam Imunisasi
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang merupakan bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka kekebalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekebalan yang dperoleh dari luar. Artinya bahwa tubuh kita mendapatkan bantuan dari luar antibodi yang sudah jadi. Misalnya bayi secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Contoh lain, pemberian imuniglobulin pada seseorang yang baru saja kontak dengan virus hepatitis A. Sifat kekebalan pasif tidak berlangsung lama, umumnya tidak kurang dari enam bulan. Sementara, kekebalan aktif berlangsung bertahun-tahun, karena tubuh telah memiliki sel memori terhadap antigen tertentu. Kekebalan aktif atau yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui melalui pemberian vaksinasi (Suharjo,J.B, 2010).
Dalam rangka memacu sistem kekebalan specifik tubuh kita, maka vaksin dapat dibuat dari live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan) atau dari inactivated (kuman atau virus atau komponen yang dibuat tidak aktif), vaksin rekombinan, virus like particle vaccine (Suharjo,J.B, 2010).
live attenuated vaccine kuman atau virus hidup yang dilemahkan adalah vaksin hidup yang dibuat dari virus atau bakteri yang dilemahkan melalui proses laboratorium. Karena vaksin berasal dari virus atau bakteri hidup yang dilemahkan, maka kuman tersebut masih dapat menimbulkan penyakit, namun gejala yang muncul relatif jauh lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang diperoleh secara alami. Contoh vaksin yang dilemahkan yang berasal dari virus adalah vaksin campak, gondongan, rubella, polio, rotavirus dan demam kuning. Sedangkan vaksin yang berasal dari bakteri adalah vaksin BCG dan demam tifoid (Suharjo,J.B, 2010).
Inactivated Vaccine kuman, virus, atau komponen yang dibuat tidak aktif dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian mikroorganisme tersebut dibuat tidak aktif dengan pemberian bahan kimia (misalnya formalin ). Beberapa Inactivated Vaccine dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau hanya diambil komponen dari kedua mikroorganisme tersebut. Beberapa Inactivated Vaccine dalam bentuk utuh seperti: vaksin influenza, rabies, hepatitis A (berasal dari virus), dan vaksin pertusis, tifoid, kolera dan lepra (berasal dari bakteri) dan bentuk komponen seperti vaksin pneumokokus, meningokokus, dan Haemophillus influenzae tipe B (Suharjo,J.B, 2010).
Virus rekombinan. Macam vaksin demikian diperoleh melalui proses rekayasa genetik, misalnya vaksin hepatitis B, vaksin tifoid dan retovirus. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukan suatu segmen gen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi. Sel ragi yang telah diubah ini kemudian menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni (Suharjo,J.B, 2010).
Virus like particlevaccine atau vaksin yang dibuatdari partikel yang mirip dengan virus , contohnya adalah vaksin Human papilomavirus (HPV) tipe 16 untuk mencegah kanker leher rahim. Antigen diperoleh melalui protein virus HPV yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan struktur yang mirip dengan seluruh struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo-particles of HPV tipe 16) (Suharjo,J.B, 2010).
Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat (Godam, 2008).
Cara Pemberian Imunisasi
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membentuk antibodi. Antibodi itu umumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang (Godam, 2008).
Tabel 2.1 Cara Dan lokasi Penyuntikan
(Sumber : Depkes RI, 2009)
Vaksin BCG DPT/HB Campak Polio HB PID
Tempat Penyuntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah bagian luar Lengan kiri atas Mulut Paha sebelah kanan bagian tengah luar
Cara Penyuntikan Intrakutan Intramuskuler Sub Kutan Diteteskan Intramuskuler
Dosis 0.05 cc 0.5 cc 0.5 cc 2 Tetes 0.5 cc
Imunisasi Dasar Diwajibkan Pemerintah Indonesia Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak. Lima diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit. Sedangkan 7 jenis imunisasi lainnya merupakan imunisasi yang dianjurkan sebab hanya berfungsi untuk menambah daya tahan tubuh anak terhadap beberapa jenis penyakit (Conectique, 2008).
Lima jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah, dalam hal ini masih mendapat subsidi dari pemerintah sehingga biayanya relatif lebih murah (Vina, 2008).
a. Imunisasi BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberikan perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier), yang sangat mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang bervariasi antara 50%-80% terhadap tuberkulosis (Suharjo,J.B, 2010).
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi ini adalah setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah. Namun jangan kuatir, sebab hal ini merupakan reaksi yang normal. Namun jika bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk mengatasi pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptic (Conectique, 2008).
Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacii yang hidup didalam darah. Itulah mengapa agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah. Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir sebaiknya diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak skar), imigran, komunitas travelling, dan pekerja di bidang kesehatan yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau skar). Setelah vaksinasi, papul (bintik) merah yang kecil timbul dalam waktu 1-3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk sembuh. Biarkan tempat vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan kering. Jangan menggunakan krim atau salep, plester yang melekat, band aid, kapas atau kain langsung pada tempat vaksinasi. Vaksin BCG tidak terlepas memberikan efek samping, maka perlu diketahui bahwa vaksin ini dianjurkan pada seseorang yang mengalami penurunan status kekebalan tubuh dan uji tuberkulin positif (lihat boks). Vaksin BCG dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain, misalnya Dtap/IPV/Hib. Saat memberikan vaksin BCG, imunisasi primer lain juga diberikan. Lengan yang digunakan untuk imunisasi BCG jangan digunakan untuk imunisasi lain selama minimal 3 bulan, agar tidak terjadi limphadenitis (Suharjo,J.B, 2010).
3). Kontraindikasi
a). Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
b). Mereka yang sedang menderita TBC.
(Depkes RI, 2005).
4). Efek Samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya ( Depkes RI, 2005).
b. Imunisasi Hepatitis B
Di Indonesia vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB, yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Hepatitis B dapat menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan kanker hati (Vina, 2008).
Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan (Conectique, 2008).
3). Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang (Depkes RI, 2005).
4). Efek Samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembenkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Depkes RI, 2005).
c. Imunisasi Polio
Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan (Vina, 2008).
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (Starin Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Vademecum Bio Farma Jan 2002, Depkes RI, 2005).
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Vaksin polio ada dua jenis, yakni vaccine polio inactivated (IPV) dan vaccine polio oral (OPV). Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun (Conectique, 2008).
3). Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Depkes RI, 2005).
4). Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi ( kurang dari 0,17 : 1000.000; Bull WHO 66 : 1988) (Depkes RI, 2005).
d. Imunisasi DTP
Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil (Vina, 2008).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha (Medicastore.com).
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT (Medicastore.com).
. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun (Medicastore.com).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan (Medicastore.com).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun (Conectique, 2008).
4). Efek Samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang- kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Depkes RI, 2005).
e. Imunisasi Campak
Sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus Morbili (Vina, 2008).
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan vaksin kedua 6 tahun. Reaksi imunisasi Campak biasanya timbul seminggu kemudian berupa demam, diare, atau keluar bintik-bintik merah di kulit. Namun efek ini tergolong ringan sekali sehingga tak perlu ada yang dikhawatirkan sebab biasanya akan sembuh sendiri (Conectique, 2008).
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erytromicin (Vademecum Bio Farma Jan 2002, (Depkes RI, 2005).)
8. Imunisasi Anjuran
Vaksin-vaksin tersebut adalah Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela (Conectique, 2008).
a. Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza tipe b yang disebabkan oleh bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan (Conectique, 2008).
b. Pneumokokus (PCV)
Imunisasi ini untuk mencegah penyakit paru-paru dan radang otak. Imunisasi ini juga melindungi anak terhadap bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga dan radang tenggorokan. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan radang paru (Conectique, 2008).
c. Vaksin Influenza
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa (Conectique, 2008).
d. MMR
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi MMR. Tunggulah hingga 15 menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa langsung ditangani (Conectique, 2008).
e. Imunisasi varisella
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1 kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali (Conectique, 2008).
f. Tifoid
Imunisasi untuk mencegah Typus. Imunisasi ini dapat diulang setiap 3 tahun (Conectique, 2008).
g. Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun (Conectique, 2008).
9. Syarat Pemberian Imunisasi
Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Nah, untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Jika anak dalam kondisi sakit maka kekebalan yang terbentuk tidak bagus (Conectique, 2008).
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalkan anak mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS atau dalam penggunaan obat obatan steroid, anak diketahui mengalami reaksi alergi berat terhadap imunisasi tertentu atau komponen imunisasi tertentu (Conectique, 2008).
10. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Setiap tindakan medis apapun bisa menimbulkan resiko bagi pasien penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi. Reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization (AEFI). Dengan semakin canggihnya tekhnologi pembuatan vaksin dan meningkatnya tekhnik pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun resikonya sangat kecil , reaksi KIPI berat dapat saja terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi (Suharjo,J.B, 2010).
Secara khusus reaksi KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik karena oleh efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum, reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi suntikan, dan reaksi vaksin (Suharjo,J.B, 2010).
No KIPI Gejala Tindakan Keterangan
1 Vaksin
Reaksi lokal ringan · Nyeri, eritema, bengkak di daerah bekas suntikan <> 8 cm· Nyeri, bengkak dan manifestasi sistemik · Kompres hangat· Parassetamol, ½ -1 tablet · Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas terdekat
Reaksi Arthus · Nyeri, bengkak, indurasi dan edema· Terjadi akibta reimunisasi pada pasien dengan kadar antibodi yang masih tinggi· Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12-36 jam setelah imunisasi · Kompres· Parasetamol, ½-1 tablet· Dirujuk dan dirawat di RS
Reaksi Umum(Sistemik) · Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala dan menggigil · Berikan minum hangat dan selimut· Parasetamol ½ - 1 tablet
Kolaps/ keadaan seperti syok · Episode hipotonik hiporesponsif· Anak tetap sadar tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan· Pada pemeriksaan frekuensi, amplitudo nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal · Rangsangan dengan wangian atau bahan yang merangsang · Bila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit segera rujuk ke puskesmas terdekat.
Sindrom Gullain Barre (jarang terjdi) · Lumpuh layu, simetris, asendens (menjalar ke atas) biasanya tungkai bawah· Ataksia· Penurunan refleksi tendon· Gangguan menelan· Gangguan pernapasan· Parestesi · Meningismus · Tidak demam· Peniningkatan protein dalam cairan serebrospinal tanpa pleositosis· Terjadi antara 5 hari s/d 6 mg setelah imunisasi· Perjalanan penyakit dari 1 s/d 3-4 hari· Prognosis umumnya baik · Rujuk segera ke RS untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut · Perlu untuk survey AFP
Neuritis brakial (Nueropati pleksus brakialis) · Nyeri di dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas.· Terjadi 7 jam s/d 3 minggu setelah imunisasi · Parasetamol, ½ - 1 tablet· Bila gejala menetap rujuk ke RS untuk fisioterapi
Syok anafilksis · Terjadi mendadak · Gejala klasik, kemerahan merata, edem· Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi · Jantung berdebar kencang· Anak pingsan/ tidak sadar· Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa diketahui oleh gejala lain · Suntikan adrenalin 1:1000 dosis 1-0.03 ml· Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 amp) secara intravena/intramuscular· Segera pasang infuse NaCl 0.9% 12 tetes/menit· Rujuk ke RS terdekat
2 Tatalaksana Program
Abses dingin · Bengkak dan keras, nyepi daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin. · Kompres hangat· Parasetamol, ½ - 1 tablet Jika tidak ada perubahan hubungan puskesmas terdekat
Pembengkakan · Bengkak dan keras, nyepi daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin. · Kompres hangat· Parasetamol, ½ - 1tablet Jika tidak ada perubahan hubungan puskesmas terdekat
Pembengkakan · Bengkak disekitar suntikan · Terjadi karena penyuntikan kurang dalam · Kompres hangat Jika tidak ada perubahan hubungan puskesmas terdekat
Sepsis · Bengkak disekitar bekas suntikan · Demam· Terjadi karena jarum suntik tidak steril· Gejala timbul 1 mg atau lebih setelah penyuntikan · Kompres hangat· Parasetamol, ½ - 1 tablet· Rujuk ke RS terdekat
Tetanus · Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar · Rujuk ke RS terdekat
Kelumpuhan/ kelemahan otot · Lengan sebelah ( daerah yang disuntik), tidak bisa digerakkan· Terjadi karena daerah penyuntikan salah (bukan pertengahan muskulus deltoid) · Rujuk ke RS terdekat
3 Faktor penerima/ pejamu
Alergi · Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak nafas eritema, papula terasa gatal· Tekanan darah menurun · Suntikan dexametason 1 amp im/iv. Jika berlanjut pasang infuse NaCl 0.9% 12 tetes/menit Tanyakan paa orang tua adakah penyakit lagi
Faktor psikologis · Ketakutan · Berteriak· Pingsan · Tenangkan penderita. Beri air minum hangat :· Beri wewangian/alkohol· Setelah sadar beri minum air the manis hangat Sebelum penyuntikan guru sekolah dapat memberikan pengertian dan menenangkan murid bila berlanjut hubungi puskesmas.
4 Koinsidens (faktor kebetulan) · Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi· Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut diatas atau bentuk lain. · Tangani penderita sesuai gejala· Cari informasi apakah ada kasus lain di sekitarnya pada anak yang tidak di imunisasi· Kirim ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut
11. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
a. Difteri
Adalah penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dengan gejala panas lebih kurang 380 C disertai adanya pseudo membran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri (Buku Informasi PP&PL, 2008).
b. Pertusis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis dengan gejala batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup” ( whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada malam hari. Akibat batuk yang berat dapat terjadi pedarahan selaput lendir mata ( conjunctiva) atau pembengkakan di sekitar mata ( oedema periorbital). Lamanya batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini sering disebut penyakit 100 hari. Pemeriksaan lab pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis ( Bordetella pertussis) (Buku Informasi PP&PL, 2008).
c. Tetanus
Adalah penyakit disebabkan oleh Clostridium tetani dengan terdiri dari tetanus neonatorum dan tetanus. Tetanus neonatorum adalah bayi lahir hidup normal dan dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan (Buku Informasi PP&PL, 2008).
d. Tuberkulosis
Adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui pernapasan lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi batuk darah (Buku Informasi PP&PL, 2008).
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan serta kaki (Buku Informasi PP&PL, 2008).
Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi. Namun, secara garis besar penyakit campak bisa dibagi menjadi 3 fase. Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari. Pada fase ini, anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apa pun. Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar. Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu, seperti batuk, pilek, dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata akan silau (photo phobia). Di sebelah dalam mulutmuncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat Celcius (Nakita.com).
Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Namun, bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh, melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil (Nakita.com).
Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar satu minggu. Namun, ini pun tergantung padadaya tahan tubuh masing-masing anak. Bila daya tahan tubuhnya baik maka bercak merahnya tak terlalu menyebar dan tak terlalu penuh. Umumnya jika bercak merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu (Nakita.com).
1). Cara Penularannya
Yang patut diwaspadai, penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi pada masa fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul. Sayangnya, masih ada anggapan yang salah dalam masyarakat akan penyakit campak. Misalnya, bila satu anggota keluarga terkena campak, maka anggota keluarga lain sengaja ditulari agar sekalian repot. Alasannya, bukankah campak hanya terjadi sekali seumur hidup? Jadi kalau waktu kecil sudah pernah campak, setelah itu akan aman selamanya. Ini jelas pendapat yang tidak benar karena penyakit bukanlah untuk ditularkan. Apalagi dampak campak cukup berbahaya (Nakita.com).
Anggapan lain yang patut diluruskan, yaitu bahwa bercak merah pada campak harus keluar semua karena kalau tidak malah akan membahayakan penderita. Yang benar, justru jumlah bercak menandakan ringan-beratnya campak. Semakin banyak jumlahnya berarti semakin berat penyakitnya. Dokter justru akan mengusahakan agar campak pada anak tidak menjadi semakin parah atau bercak merahnya tidak sampai muncul di sekujur tubuh (Nakita.com).
Selain itu, masih banyak orang tua yang memperlakukan anak campak secara salah. Salah satunya, anak tidak dimandikan. Dikhawatirkan, keringat yang melekat pada tubuh anak menimbulkan rasa lengket dan gatal yang mendorongnya menggaruk kulit dengan tangan yang tidak bersih sehingga terjadi infeksi berupa bisul-bisul kecil bernanah. Sebaliknya, dengan mandi anak akan merasa nyaman (Nakita.com).
2). Pengobatan gejala
Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun akan menyiapkan obat antikejang bila anak punya bakat kejang. Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi. Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya. Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi "tumpangan" yang sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi radang paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas. Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan karena komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi (Nakita.com).
f. Poliomielitis
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani (Buku Informasi PP&PL, 2008).
g. Hepatitis B
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian (Buku Informasi PP&PL, 2008).
h. Meningitis Meningokokus
Adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR menjadi 5 - 15%. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilkasis untuk orang-orang yang kontak dengan meningitis dan karier (Buku Informasi PP&PL, 2008).
i. Demam Kuning (Yellow Fever)
Adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek (inkubasi 3 sd 6 hari) dengan tingkat mortalitas yang bervariasi, disebabkan oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, vektor perantara adalah Aedes aegypti. Icterus sedang ditemukan pada awal penyakit. Beberapa kasus berkembang menjadi stadium intoksikasi yang lebih berat ditandai dengan gejala hemoragik seperti epistaksis, perdarahan gingiva, hematemesis, melena, gagal ginjal dan hati, 20% - 50% kasus ikterik berakibat fatal (Buku Informasi PP&PL, 2008).
12. Jadwal Imunisasi
Vaksin Umur pemberian Imunisasi
Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DPT 1 2 3 4 5 6 dt atau TT
Campak 1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)
HIB 1 2 3 4
MMR 1 2
Tifoid Ulangan, tiap 3 tahun
Hepatitis A diberikan 2x, interval 6-12 bulan
Varicela
Vaksin Umur pemberian Imunisasi
Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DPT 1 2 3 4 5 6 dt atau TT
Campak 1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)
HIB 1 2 3 4
Pneumokokus 1 2 3 4
Influenza Diberikan Setahun Sekali
MMR 1 2
Tifoid Ulangan, tiap 3 tahun
Hepatitis A diberikan 2x, interval 6-12 bulan
Varicela
HPV
Definisi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Godam, 2008).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak (Godam, 2008).
Tujuan Imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyaki yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Godam, 2008).
Manfaat Imunisasi
Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak dan teman-teman disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut. Anak yang telah diimunisasi bila terinfeksi oleh kuman tersebut maka tidak akan menularkan ke adik, kakak, atau teman-teman disekitarnya. Jadi, imunisasi selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk mencegah penyebaran ke adik, kakak dan anak-anak lain disekitarnya (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Kerugian Tidak Imunisasi
Kalau anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Anak yang tidak diimunisasi akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke adik, kakak dan teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak. Oleh karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau kematian (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Macam – Macam Imunisasi
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang merupakan bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka kekebalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekebalan yang dperoleh dari luar. Artinya bahwa tubuh kita mendapatkan bantuan dari luar antibodi yang sudah jadi. Misalnya bayi secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Contoh lain, pemberian imuniglobulin pada seseorang yang baru saja kontak dengan virus hepatitis A. Sifat kekebalan pasif tidak berlangsung lama, umumnya tidak kurang dari enam bulan. Sementara, kekebalan aktif berlangsung bertahun-tahun, karena tubuh telah memiliki sel memori terhadap antigen tertentu. Kekebalan aktif atau yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui melalui pemberian vaksinasi (Suharjo,J.B, 2010).
Dalam rangka memacu sistem kekebalan specifik tubuh kita, maka vaksin dapat dibuat dari live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan) atau dari inactivated (kuman atau virus atau komponen yang dibuat tidak aktif), vaksin rekombinan, virus like particle vaccine (Suharjo,J.B, 2010).
live attenuated vaccine kuman atau virus hidup yang dilemahkan adalah vaksin hidup yang dibuat dari virus atau bakteri yang dilemahkan melalui proses laboratorium. Karena vaksin berasal dari virus atau bakteri hidup yang dilemahkan, maka kuman tersebut masih dapat menimbulkan penyakit, namun gejala yang muncul relatif jauh lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang diperoleh secara alami. Contoh vaksin yang dilemahkan yang berasal dari virus adalah vaksin campak, gondongan, rubella, polio, rotavirus dan demam kuning. Sedangkan vaksin yang berasal dari bakteri adalah vaksin BCG dan demam tifoid (Suharjo,J.B, 2010).
Inactivated Vaccine kuman, virus, atau komponen yang dibuat tidak aktif dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian mikroorganisme tersebut dibuat tidak aktif dengan pemberian bahan kimia (misalnya formalin ). Beberapa Inactivated Vaccine dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau hanya diambil komponen dari kedua mikroorganisme tersebut. Beberapa Inactivated Vaccine dalam bentuk utuh seperti: vaksin influenza, rabies, hepatitis A (berasal dari virus), dan vaksin pertusis, tifoid, kolera dan lepra (berasal dari bakteri) dan bentuk komponen seperti vaksin pneumokokus, meningokokus, dan Haemophillus influenzae tipe B (Suharjo,J.B, 2010).
Virus rekombinan. Macam vaksin demikian diperoleh melalui proses rekayasa genetik, misalnya vaksin hepatitis B, vaksin tifoid dan retovirus. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukan suatu segmen gen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi. Sel ragi yang telah diubah ini kemudian menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni (Suharjo,J.B, 2010).
Virus like particlevaccine atau vaksin yang dibuatdari partikel yang mirip dengan virus , contohnya adalah vaksin Human papilomavirus (HPV) tipe 16 untuk mencegah kanker leher rahim. Antigen diperoleh melalui protein virus HPV yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan struktur yang mirip dengan seluruh struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo-particles of HPV tipe 16) (Suharjo,J.B, 2010).
Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat (Godam, 2008).
Cara Pemberian Imunisasi
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membentuk antibodi. Antibodi itu umumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang (Godam, 2008).
Tabel 2.1 Cara Dan lokasi Penyuntikan
(Sumber : Depkes RI, 2009)
Vaksin BCG DPT/HB Campak Polio HB PID
Tempat Penyuntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah bagian luar Lengan kiri atas Mulut Paha sebelah kanan bagian tengah luar
Cara Penyuntikan Intrakutan Intramuskuler Sub Kutan Diteteskan Intramuskuler
Dosis 0.05 cc 0.5 cc 0.5 cc 2 Tetes 0.5 cc
Imunisasi Dasar Diwajibkan Pemerintah Indonesia Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak. Lima diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit. Sedangkan 7 jenis imunisasi lainnya merupakan imunisasi yang dianjurkan sebab hanya berfungsi untuk menambah daya tahan tubuh anak terhadap beberapa jenis penyakit (Conectique, 2008).
Lima jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah, dalam hal ini masih mendapat subsidi dari pemerintah sehingga biayanya relatif lebih murah (Vina, 2008).
a. Imunisasi BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberikan perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier), yang sangat mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang bervariasi antara 50%-80% terhadap tuberkulosis (Suharjo,J.B, 2010).
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi ini adalah setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah. Namun jangan kuatir, sebab hal ini merupakan reaksi yang normal. Namun jika bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk mengatasi pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptic (Conectique, 2008).
Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacii yang hidup didalam darah. Itulah mengapa agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah. Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir sebaiknya diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak skar), imigran, komunitas travelling, dan pekerja di bidang kesehatan yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau skar). Setelah vaksinasi, papul (bintik) merah yang kecil timbul dalam waktu 1-3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk sembuh. Biarkan tempat vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan kering. Jangan menggunakan krim atau salep, plester yang melekat, band aid, kapas atau kain langsung pada tempat vaksinasi. Vaksin BCG tidak terlepas memberikan efek samping, maka perlu diketahui bahwa vaksin ini dianjurkan pada seseorang yang mengalami penurunan status kekebalan tubuh dan uji tuberkulin positif (lihat boks). Vaksin BCG dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain, misalnya Dtap/IPV/Hib. Saat memberikan vaksin BCG, imunisasi primer lain juga diberikan. Lengan yang digunakan untuk imunisasi BCG jangan digunakan untuk imunisasi lain selama minimal 3 bulan, agar tidak terjadi limphadenitis (Suharjo,J.B, 2010).
3). Kontraindikasi
a). Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
b). Mereka yang sedang menderita TBC.
(Depkes RI, 2005).
4). Efek Samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya ( Depkes RI, 2005).
b. Imunisasi Hepatitis B
Di Indonesia vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB, yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Hepatitis B dapat menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan kanker hati (Vina, 2008).
Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan (Conectique, 2008).
3). Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang (Depkes RI, 2005).
4). Efek Samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembenkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Depkes RI, 2005).
c. Imunisasi Polio
Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan (Vina, 2008).
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (Starin Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Vademecum Bio Farma Jan 2002, Depkes RI, 2005).
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Vaksin polio ada dua jenis, yakni vaccine polio inactivated (IPV) dan vaccine polio oral (OPV). Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun (Conectique, 2008).
3). Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Depkes RI, 2005).
4). Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi ( kurang dari 0,17 : 1000.000; Bull WHO 66 : 1988) (Depkes RI, 2005).
d. Imunisasi DTP
Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil (Vina, 2008).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha (Medicastore.com).
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT (Medicastore.com).
. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun (Medicastore.com).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan (Medicastore.com).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun (Conectique, 2008).
4). Efek Samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang- kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Depkes RI, 2005).
e. Imunisasi Campak
Sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus Morbili (Vina, 2008).
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan vaksin kedua 6 tahun. Reaksi imunisasi Campak biasanya timbul seminggu kemudian berupa demam, diare, atau keluar bintik-bintik merah di kulit. Namun efek ini tergolong ringan sekali sehingga tak perlu ada yang dikhawatirkan sebab biasanya akan sembuh sendiri (Conectique, 2008).
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erytromicin (Vademecum Bio Farma Jan 2002, (Depkes RI, 2005).)
8. Imunisasi Anjuran
Vaksin-vaksin tersebut adalah Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela (Conectique, 2008).
a. Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza tipe b yang disebabkan oleh bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan (Conectique, 2008).
b. Pneumokokus (PCV)
Imunisasi ini untuk mencegah penyakit paru-paru dan radang otak. Imunisasi ini juga melindungi anak terhadap bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga dan radang tenggorokan. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan radang paru (Conectique, 2008).
c. Vaksin Influenza
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa (Conectique, 2008).
d. MMR
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi MMR. Tunggulah hingga 15 menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa langsung ditangani (Conectique, 2008).
e. Imunisasi varisella
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1 kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali (Conectique, 2008).
f. Tifoid
Imunisasi untuk mencegah Typus. Imunisasi ini dapat diulang setiap 3 tahun (Conectique, 2008).
g. Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun (Conectique, 2008).
9. Syarat Pemberian Imunisasi
Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Nah, untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Jika anak dalam kondisi sakit maka kekebalan yang terbentuk tidak bagus (Conectique, 2008).
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalkan anak mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS atau dalam penggunaan obat obatan steroid, anak diketahui mengalami reaksi alergi berat terhadap imunisasi tertentu atau komponen imunisasi tertentu (Conectique, 2008).
10. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Setiap tindakan medis apapun bisa menimbulkan resiko bagi pasien penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi. Reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization (AEFI). Dengan semakin canggihnya tekhnologi pembuatan vaksin dan meningkatnya tekhnik pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun resikonya sangat kecil , reaksi KIPI berat dapat saja terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi (Suharjo,J.B, 2010).
Secara khusus reaksi KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik karena oleh efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum, reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi suntikan, dan reaksi vaksin (Suharjo,J.B, 2010).
No KIPI Gejala Tindakan Keterangan
1 Vaksin
Reaksi lokal ringan · Nyeri, eritema, bengkak di daerah bekas suntikan <> 8 cm· Nyeri, bengkak dan manifestasi sistemik · Kompres hangat· Parassetamol, ½ -1 tablet · Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas terdekat
Reaksi Arthus · Nyeri, bengkak, indurasi dan edema· Terjadi akibta reimunisasi pada pasien dengan kadar antibodi yang masih tinggi· Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12-36 jam setelah imunisasi · Kompres· Parasetamol, ½-1 tablet· Dirujuk dan dirawat di RS
Reaksi Umum(Sistemik) · Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala dan menggigil · Berikan minum hangat dan selimut· Parasetamol ½ - 1 tablet
Kolaps/ keadaan seperti syok · Episode hipotonik hiporesponsif· Anak tetap sadar tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan· Pada pemeriksaan frekuensi, amplitudo nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal · Rangsangan dengan wangian atau bahan yang merangsang · Bila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit segera rujuk ke puskesmas terdekat.
Sindrom Gullain Barre (jarang terjdi) · Lumpuh layu, simetris, asendens (menjalar ke atas) biasanya tungkai bawah· Ataksia· Penurunan refleksi tendon· Gangguan menelan· Gangguan pernapasan· Parestesi · Meningismus · Tidak demam· Peniningkatan protein dalam cairan serebrospinal tanpa pleositosis· Terjadi antara 5 hari s/d 6 mg setelah imunisasi· Perjalanan penyakit dari 1 s/d 3-4 hari· Prognosis umumnya baik · Rujuk segera ke RS untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut · Perlu untuk survey AFP
Neuritis brakial (Nueropati pleksus brakialis) · Nyeri di dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas.· Terjadi 7 jam s/d 3 minggu setelah imunisasi · Parasetamol, ½ - 1 tablet· Bila gejala menetap rujuk ke RS untuk fisioterapi
Syok anafilksis · Terjadi mendadak · Gejala klasik, kemerahan merata, edem· Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi · Jantung berdebar kencang· Anak pingsan/ tidak sadar· Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa diketahui oleh gejala lain · Suntikan adrenalin 1:1000 dosis 1-0.03 ml· Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 amp) secara intravena/intramuscular· Segera pasang infuse NaCl 0.9% 12 tetes/menit· Rujuk ke RS terdekat
2 Tatalaksana Program
Abses dingin · Bengkak dan keras, nyepi daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin. · Kompres hangat· Parasetamol, ½ - 1 tablet Jika tidak ada perubahan hubungan puskesmas terdekat
Pembengkakan · Bengkak dan keras, nyepi daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin. · Kompres hangat· Parasetamol, ½ - 1tablet Jika tidak ada perubahan hubungan puskesmas terdekat
Pembengkakan · Bengkak disekitar suntikan · Terjadi karena penyuntikan kurang dalam · Kompres hangat Jika tidak ada perubahan hubungan puskesmas terdekat
Sepsis · Bengkak disekitar bekas suntikan · Demam· Terjadi karena jarum suntik tidak steril· Gejala timbul 1 mg atau lebih setelah penyuntikan · Kompres hangat· Parasetamol, ½ - 1 tablet· Rujuk ke RS terdekat
Tetanus · Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar · Rujuk ke RS terdekat
Kelumpuhan/ kelemahan otot · Lengan sebelah ( daerah yang disuntik), tidak bisa digerakkan· Terjadi karena daerah penyuntikan salah (bukan pertengahan muskulus deltoid) · Rujuk ke RS terdekat
3 Faktor penerima/ pejamu
Alergi · Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak nafas eritema, papula terasa gatal· Tekanan darah menurun · Suntikan dexametason 1 amp im/iv. Jika berlanjut pasang infuse NaCl 0.9% 12 tetes/menit Tanyakan paa orang tua adakah penyakit lagi
Faktor psikologis · Ketakutan · Berteriak· Pingsan · Tenangkan penderita. Beri air minum hangat :· Beri wewangian/alkohol· Setelah sadar beri minum air the manis hangat Sebelum penyuntikan guru sekolah dapat memberikan pengertian dan menenangkan murid bila berlanjut hubungi puskesmas.
4 Koinsidens (faktor kebetulan) · Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi· Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut diatas atau bentuk lain. · Tangani penderita sesuai gejala· Cari informasi apakah ada kasus lain di sekitarnya pada anak yang tidak di imunisasi· Kirim ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut
11. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
a. Difteri
Adalah penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dengan gejala panas lebih kurang 380 C disertai adanya pseudo membran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri (Buku Informasi PP&PL, 2008).
b. Pertusis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis dengan gejala batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup” ( whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada malam hari. Akibat batuk yang berat dapat terjadi pedarahan selaput lendir mata ( conjunctiva) atau pembengkakan di sekitar mata ( oedema periorbital). Lamanya batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini sering disebut penyakit 100 hari. Pemeriksaan lab pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis ( Bordetella pertussis) (Buku Informasi PP&PL, 2008).
c. Tetanus
Adalah penyakit disebabkan oleh Clostridium tetani dengan terdiri dari tetanus neonatorum dan tetanus. Tetanus neonatorum adalah bayi lahir hidup normal dan dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan (Buku Informasi PP&PL, 2008).
d. Tuberkulosis
Adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui pernapasan lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi batuk darah (Buku Informasi PP&PL, 2008).
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan serta kaki (Buku Informasi PP&PL, 2008).
Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi. Namun, secara garis besar penyakit campak bisa dibagi menjadi 3 fase. Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari. Pada fase ini, anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apa pun. Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar. Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu, seperti batuk, pilek, dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata akan silau (photo phobia). Di sebelah dalam mulutmuncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat Celcius (Nakita.com).
Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Namun, bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh, melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil (Nakita.com).
Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar satu minggu. Namun, ini pun tergantung padadaya tahan tubuh masing-masing anak. Bila daya tahan tubuhnya baik maka bercak merahnya tak terlalu menyebar dan tak terlalu penuh. Umumnya jika bercak merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu (Nakita.com).
1). Cara Penularannya
Yang patut diwaspadai, penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi pada masa fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul. Sayangnya, masih ada anggapan yang salah dalam masyarakat akan penyakit campak. Misalnya, bila satu anggota keluarga terkena campak, maka anggota keluarga lain sengaja ditulari agar sekalian repot. Alasannya, bukankah campak hanya terjadi sekali seumur hidup? Jadi kalau waktu kecil sudah pernah campak, setelah itu akan aman selamanya. Ini jelas pendapat yang tidak benar karena penyakit bukanlah untuk ditularkan. Apalagi dampak campak cukup berbahaya (Nakita.com).
Anggapan lain yang patut diluruskan, yaitu bahwa bercak merah pada campak harus keluar semua karena kalau tidak malah akan membahayakan penderita. Yang benar, justru jumlah bercak menandakan ringan-beratnya campak. Semakin banyak jumlahnya berarti semakin berat penyakitnya. Dokter justru akan mengusahakan agar campak pada anak tidak menjadi semakin parah atau bercak merahnya tidak sampai muncul di sekujur tubuh (Nakita.com).
Selain itu, masih banyak orang tua yang memperlakukan anak campak secara salah. Salah satunya, anak tidak dimandikan. Dikhawatirkan, keringat yang melekat pada tubuh anak menimbulkan rasa lengket dan gatal yang mendorongnya menggaruk kulit dengan tangan yang tidak bersih sehingga terjadi infeksi berupa bisul-bisul kecil bernanah. Sebaliknya, dengan mandi anak akan merasa nyaman (Nakita.com).
2). Pengobatan gejala
Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun akan menyiapkan obat antikejang bila anak punya bakat kejang. Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi. Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya. Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi "tumpangan" yang sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi radang paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas. Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan karena komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi (Nakita.com).
f. Poliomielitis
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani (Buku Informasi PP&PL, 2008).
g. Hepatitis B
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian (Buku Informasi PP&PL, 2008).
h. Meningitis Meningokokus
Adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR menjadi 5 - 15%. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilkasis untuk orang-orang yang kontak dengan meningitis dan karier (Buku Informasi PP&PL, 2008).
i. Demam Kuning (Yellow Fever)
Adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek (inkubasi 3 sd 6 hari) dengan tingkat mortalitas yang bervariasi, disebabkan oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, vektor perantara adalah Aedes aegypti. Icterus sedang ditemukan pada awal penyakit. Beberapa kasus berkembang menjadi stadium intoksikasi yang lebih berat ditandai dengan gejala hemoragik seperti epistaksis, perdarahan gingiva, hematemesis, melena, gagal ginjal dan hati, 20% - 50% kasus ikterik berakibat fatal (Buku Informasi PP&PL, 2008).
12. Jadwal Imunisasi
Vaksin Umur pemberian Imunisasi
Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DPT 1 2 3 4 5 6 dt atau TT
Campak 1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)
HIB 1 2 3 4
MMR 1 2
Tifoid Ulangan, tiap 3 tahun
Hepatitis A diberikan 2x, interval 6-12 bulan
Varicela
Vaksin Umur pemberian Imunisasi
Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DPT 1 2 3 4 5 6 dt atau TT
Campak 1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)
HIB 1 2 3 4
Pneumokokus 1 2 3 4
Influenza Diberikan Setahun Sekali
MMR 1 2
Tifoid Ulangan, tiap 3 tahun
Hepatitis A diberikan 2x, interval 6-12 bulan
Varicela
HPV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar