Kamis, 26 Januari 2012

Anatomi Panggul

Anatomi Panggul 

Setiap wanita mempunyai anatomi panggul yang unik dan berbeda satu sama lain. Panggul terdiri atas bagian keras panggul (dibentuk oleh tulang) dan bagian lunak panggul (dibentuk otot, jaringan dan ligamen).

Fungsi umum panggul wanita adalah sebagai berikut :
1.      Bagian keras panggul wanita terdiri dari :
Ø  Panggul besar (pelvis mayor) : menyangga isi abdomen
Ø  Panggul kecil (pelvis minor)  : membentuk jalan lahir dan tempat alat genetalia
2.      Bagian lunak panggul wanita
Ø  Membentuk lapisan dalam lahir
Ø  Menyangga alat genetalia agar tetap dalam posisi yang normal saat hamil maupun saat nifas
Ø  Saat persalinan, berperan dalam proses pelahiran dan kala uri

Panggul wanita terdiri dari :
1.      Bagian keras yang dibentuk oleh 4 buah tulang :
Ø  2 tulang pangkal paha (os coxae) : Os Coxae terdiri atas Os Illium, Os Ischium, dan Os Pubis
Ø  1 tulang kelangkang (os sacrum)
Ø  1 tulang tungging (os coccygis)


2.      Bagian lunak = Diafragma pelvis, dibentuk oleh
Ø  Pars muskulus levator ani
Ø  Pars membranasea
Ø  Regio perineum

Bentuk Panggul Wanita
Menurut Caldwell dan Molloy terdapat 4 bentuk panggul pada wanita. Bentuk panggul ini akan menentukan jalan lahir dan mekanisme persalinan. Bentuk-bentuk tersebut adalah :
  1. Panggul Ginekoid
  2. Panggul Android
  3. Panggul Anthropoid
  4. Panggul Platipeloid

Tulang panggul yang terdiri dari 4 buah tulang berhubungan erat melalui persendian. Di samping persendian tulang panggul dihubungkan oleh jaringan ikat berupa ligamentum sehingga seluruhnya merupakan dan membentuk jalan lahir yang kuat. Jaringan ikat yang menghubungkan tulang tersebut adalah :
1.  Permukaan belakang tulang sakrum ke tulang usus : Ligamentum sacro-iliaka posterior
2.   Permukaan depan tulang sakrum ke tulang usus    : Ligamentum sacro-iliaka anterior, Ligamentum illiolumbalis, Ligamentum sacro-iliaka interossea
3.   Tulang sacrum ke spina ischiadica : Ligamentum sacrospinosum
4.   Tulang sacrum ke tuber ossis ischiadica : Ligamentum sacrotuberosum
5.   Tulang pangkal paha kanan dan kiri dihubungkan oleh : Simfisis Pubis

Panggul Kecil (Pelvis Minor)
Panggul kecil dalam ilmu kebidanan mempunyai arti penting karena merupakan tempat alat reproduksi wanita dan membentuk jalan lahir. Jalan lahir berbentuk corong dengan luas bidang yang berbeda-beda, sehingga dapat menentukan posisi dan letak bagian terendah janin yang melalui jalan lahir itu.

Ciri-ciri khas jalan lahir adalah sebagai berikut :
1.   Terdiri dari 4 bidang         : Pintu atas panggul, Bidang terluas panggul, Bidang tersempit panggul, Pintu bawah panggul
2.   Jalan lahir merupakan corong yang melengkung ke depan (Sumbu Carus)


a. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul merupakan bulatan oval dengan panjang ke samping dan dibatasi oleh :
  • Promontorium
  • Sayap os sakrum
  • Linea terminalis kiri dan kanan
  • Pinggir atas simfisis pubis

Pada pintu atas panggul (PAP) ditentukan 3 ukuran penting, yaitu :
  • Ukuran muka belakang (Conjugata Vera)  :  Panjangnya sekitar 11 cm, tidak dapat diukur secara langsung, tetapi ukurannya diperhitungkan melalui pengukuran Conjugata diagonalis. Panjang Conjugata diagonalis antara promontorium dan tepi bawah simfisis pubis. Conjugata Vera (CV) = CD – 1,5 CM.
  • Ukuran melintang (Diameter Transversa)   :   Jarak antara kedua linea terminalis (12,5 cm
  • Ukuran serong (Diameter Obliqua)   :   Jarak antara artikulasio sacro-iliaka menuju tuberkulum pubikum yang bertentangan. Kedua ukuran ini tidak dapat diukur pada wanita yang masih hidup.

b. Bidang Luas Panggul
Bidang terluas dalam panggul wanita membentang antara pertengahan simfisis menuju pertemuan tulang belakang (Os sacrum) kedua dan ketiga. Ukuran muka belakangnya 12,75 cm dan ukuran melintang 12,5 cm. Dalam proses persalinan bidang ini tidak menimbulkan kesukaran.

c. Bidang Sempit Panggul
Bidang sempit panggul mempunyai ukuran terkecil jalan lahir, membentang setinggi tepi bawah simfisis menuju kedua spina ischiadica dan memotong tulang sakrum setinggi 1-2 cm di atas ujungnya.
Ukuran muka belakangnya 11,5 cm dan ukuran melintangnya sebesar 10 cm.

d. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segitiga dengan dasar yang sama
  • Segitiga depan : dasarnya tuber ossis ischiadica dengan dibatasi arkus pubis
  • Segitiga belakang : dasarnya tuber ossis dan dibatasi oleh os sakrum
Ukuran-ukuran pintu bawah panggul adalah :
  • Ukuran muka belakang           : Tepi bawah simfisis menuju ujung tulang sakrum (11,5 cm)
  • Ukuran melintang                   : Jarak antara tuber ischiadica kanan dan kiri sebesar 10-10,5 cm
  • Diameter sagitalis posterior : Ujung tulang sakrum ke pertengahan ukuran melintang 7,5 cm

Sistem Bidang Hodge
Untuk menentukan seberapa jauh bagian terdepan janin turun ke dasar panggul. Hodge menentukan bidang penurunan sebagai berkut :
  • Hodge I           : bidang yang sana dengan pintu atas panggul
  • Hodge II         : bidang yang sejajar dengan H I setinggi tepi bawah simfisis
  • Hodge III        : bidang yang sejajar dengan H II setinggi spina ischiadica
  • Hodge IV        : bidang yang sejajar dengan H III setinggi ujung tulang sakrum

Persalinan pervaginam yang aman dengan trauma minimal, bila penurunan terendah telah melampaui batas H III.

Sumber :
http://materikebidanan.wordpress.com/2011/01/13/anatomi-panggul/
http://www.lusa.web.id/panggul-wanita-part-1/
Berbagai sumber

Rabu, 18 Januari 2012

Jadwal Imunisasi Anak (macam-macam Imunisasi)

Jadwal Imunisasi Anak (Macam-macam Imunisasi)
Ari Titin Mulyaningsih, AM.Keb

Tidak ada perang sedahsyat perang antara kuman pathogen dengan system kekebalan tubuh manusia.  Perang dunia I dan II kalah dengan perang antara kuman pathogen dan system kekebalan tubuh manusia.  Korban perang dunia I dan II lebih sedikit dibandingkan dengan perang melawan penyakit infeksi.  Kita tidak menyadari bahwa perang melawan penyakit infeksi jauh lebih lebih banyak, karena tersebar diseluruh dunia dan tidak pada satu wilayah dan cara meninggalnya satu demi satu, sehingga tidak menarik perhatian dunia (Suharjo,J.B, 2010).
            Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama yang harus dijaga kesehatannya ( Arief, 2009).
            Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian sebanyak 2,5 juta anak dibawah lima tahun (balita), disebabkan oleh penyakit yan dapat dicegah dengan vaksinasi.  Radang paru yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat utama (716.000 kematian), diikuti penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus (diare), Haemophilus influenzae tipe B, pertusis dan tetanus.  Dari jumlah semua kematian tersebut 76 % kematian balita terjadi di negara-negara berkembang, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) (Suharjo,J.B, 2010).
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1059/MENKES/SK/IX/2004, salah satu pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.
Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), HiB, Hepatitits A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies (Arief, 2009).
 
Penyelenggaraan program imunisasi pemerintah Indonesia mengacu pada kesepakatan-kesepakatan internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, antara lain: 1) 1. WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 80-80-80, Eliminasi Tetanus Neonatorum dan Reduksi Campak; (2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang; (3. Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi > 8% pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin; (4. WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable Syringe in Immunization Services; (5. Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus 1990, yang berisi antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar; (6. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000 yang diperkuat dengan hasil pertemuan The Eight Technical Consultative Group Vaccine Preventable Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada tahun 2004 untuk regional Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio oleh WHO tahun 2008; (7. The Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2003 yang meliputi goal 4 : tentang reduce child mortality, goal 5: tentang improve maternal health, goal 6: tentang combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (yang disertai dukungan teknis dari UNICEF); (8. Resolusi WHA 56.20, 28 Mei 2003 tentang Reducing Global Measles Mortality, mendesak negara-negara anggota untuk melaksanakan The WHO-UNICEF Strategic Plan for Measles Mortality Reduction 2001-2005 di negara-negara dengan angka kematian campak tinggi sebagai bagian EPI; (9. Cape Town Measles Declaration, 17 Oktober 2003, menekankan pentingnya melaksanakan tujuan dari United Nation General Assembly Special Session(UNGASS) tahun 2002 dan World Health Assembly (WHA) tahun 2003 untuk menurunkan kematian akibat campak menjadi 50 % pada akhir tahun 2005 dibandingkan keadaan pada tahun 1999; dan mencapai target The United Millenium Development Goal untuk mereduksi kematian campak pada anak usia kurang dari 5 tahun menjadi 2/3 pada tahun 2005 serta mendukung The WHO/UNICEF Global Strategic Plan for Measles Mortality Reduction and Regional Elimination 2001-2005; (10.Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Polio Eradication and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003 untuk menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di semua negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk Safe Injections and Waste Disposal di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Program Imunisasi di semua negara; (11.WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store Management Initiative (Arief, 2009).
            Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya (Nelson, 2000).
            Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin. Adapula media yang masih mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesar-besarkan resiko beberapa vaksin (Muhammad Ali, 2005).
            Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang memadai tentang hal itu diberikan.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. (Muhammad Ali, 2005). Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan (Arief, 2009). 

Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Godam, 2008).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak (Godam, 2008).

Tujuan Imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyaki yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Godam, 2008).

Manfaat Imunisasi Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak dan teman-teman disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut. Anak yang telah diimunisasi bila terinfeksi oleh kuman tersebut maka tidak akan menularkan ke adik, kakak, atau teman-teman disekitarnya. Jadi, imunisasi selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk mencegah penyebaran ke adik, kakak dan anak-anak lain disekitarnya (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).



Kerugian Tidak Imunisasi
Kalau anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).
Anak yang tidak diimunisasi  akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke adik, kakak dan teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak.  Oleh karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau kematian (Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, 2009).


Cara Pemberian Imunisasi
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membentuk antibodi. Antibodi itu umumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang (Godam, 2008).

Tabel Cara Dan lokasi Penyuntikan
 (Sumber : Depkes RI, 2009)


Vaksin
BCG
DPT/HB
Campak
Polio
HB PID
Tempat Penyuntikan
Lengan kanan atas luar
Paha tengah bagian luar
Lengan kiri atas
Mulut
Paha sebelah kanan bagian tengah luar
Cara Penyuntikan
Intrakutan
Intramuskuler
Sub Kutan
Diteteskan
Intramuskuler
Dosis
0.05 cc
0.5 cc
0.5 cc
2 Tetes
0.5 cc


Imunisasi BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberikan perlindungan terhadap penyakit TB.  Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier), yang sangat mengancam nyawa.  Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya.  Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang bervariasi antara 50%-80% terhadap tuberkulosis  (Suharjo,J.B, 2010).
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi ini adalah setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah.  Namun jangan kuatir, sebab hal ini merupakan reaksi yang normal. Namun jika bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk mengatasi pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptic (Conectique, 2008).
Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacii yang hidup didalam darah. Itulah mengapa agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin).  Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah.  Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir sebaiknya diberikan pada umur sebelum 2 bulan.  Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak skar), imigran, komunitas travelling, dan pekerja di bidang kesehatan yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau skar).  Setelah vaksinasi, papul (bintik) merah yang kecil timbul dalam waktu 1-3 minggu.  Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan menimbulkan parut.  Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk sembuh.  Biarkan tempat vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan kering.  Jangan menggunakan krim atau salep, plester yang melekat, band aid, kapas atau kain langsung pada tempat vaksinasi.  Vaksin BCG tidak terlepas memberikan efek samping, maka perlu diketahui bahwa vaksin ini dianjurkan pada seseorang yang mengalami penurunan status kekebalan tubuh dan uji tuberkulin positif (lihat boks).  Vaksin BCG dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain, misalnya Dtap/IPV/Hib.  Saat memberikan vaksin BCG, imunisasi primer lain juga diberikan.  Lengan yang digunakan untuk imunisasi BCG jangan digunakan untuk imunisasi lain selama minimal 3 bulan, agar tidak terjadi limphadenitis (Suharjo,J.B, 2010).
 
Imunisasi Hepatitis B
Di Indonesia vaksinasi hepatitis B  merupakan vaksinasi wajib bagi bayi dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB, yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Hepatitis B dapat menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan kanker hati (Vina, 2008).
Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan (Conectique, 2008).

Imunisasi Polio
Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan (Vina, 2008).
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (Starin Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Vademecum Bio Farma Jan 2002, Depkes RI, 2005).
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Vaksin polio ada dua jenis, yakni vaccine polio inactivated (IPV) dan vaccine polio  oral (OPV). Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun (Conectique, 2008)

Imunisasi DTP
Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil (Vina, 2008).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.   Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.   Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.  Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.  Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.   Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha (Medicastore.com).
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).   Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT (Medicastore.com).
. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun (Medicastore.com).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.   Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan (Medicastore.com).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun (Conectique, 2008).  

Imunisasi Campak
Sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus Morbili (Vina, 2008).
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan vaksin kedua 6 tahun. Reaksi imunisasi Campak biasanya timbul seminggu kemudian berupa demam, diare, atau keluar bintik-bintik merah di kulit. Namun efek ini tergolong ringan sekali sehingga tak perlu ada yang dikhawatirkan sebab biasanya akan sembuh sendiri (Conectique, 2008).
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.  Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erytromicin (Vademecum Bio Farma Jan 2002, (Depkes RI, 2005).) 


Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza tipe b yang disebabkan oleh bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan (Conectique, 2008). 

Pneumokokus (PCV)
Imunisasi ini untuk mencegah penyakit paru-paru dan radang otak. Imunisasi ini juga melindungi anak terhadap bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga dan radang tenggorokan. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan radang paru (Conectique, 2008).

Vaksin Influenza
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa (Conectique, 2008).

MMR
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi MMR. Tunggulah hingga 15 menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa langsung ditangani (Conectique, 2008).
 
Imunisasi varisella
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1 kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali (Conectique, 2008).

Tifoid
Imunisasi untuk mencegah Typus. Imunisasi ini dapat diulang setiap 3 tahun (Conectique, 2008).

Hepatitis A
            Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun (Conectique, 2008).

Sumber : 


Dr. J.B. Suharjo B.Cahyono, Sp.PD,dkk. (2010). ”Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi”.  Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM & PLP. (2000). Kurikulum dan Modul Pelatihan Kewaspadaan Universal Edisi 2. Jakarta.


Prof. Dr. Ir. Syarifuddin Rauf, Sp.A(K), “Imunisasi”, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
  FKUH –RSU Dr WahidinSudirohusodo.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PP & PL. (2008). “Imunisasi”. Jakarta.
 


Dr.Soedjatmiko, SpA(K). (2009). “Imunisasi Penting Mencegah Penyakit Berbahaya”. Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.  Diakses 6 Maret 2010 : http://www1.surya.co.id/v2/?p=1922