Kamis, 25 Juni 2009

Kesehatan Ibu dan Anak




PROMOSI KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN IBU DAN ANAK

2.1 Kesehatan
K
5esehatan adalah salah satu unsure kehidupan yang sangat penting, Sehat adalah suatu keadaan yang masih termasuk dalam variasi normal dalam standard yang diterima untuk criteria tertentu berdasarkan jenis kelamin, kelompok penduduk dan wilayah ( WHO, 1957 ). Konsep sehat juga menyangkut organ-organ yang ada di dalam tubuh, yang berfungsi dengan baik. Organ tersebut akan mempengaruhi tubuh secara keseluruhan. Bila fungsi organ tersebut di luar batas tertentu, maka tubuh dikatakan dalam keadaan “malfungsi”. Konsep ini mencerminkan hubungan dari bagian-bagian tubuh dengan secara keseluruhan. Jadi konsep sehat di satu pihak mencerminkan gambaran keseluruhan, di pihak lain mencerminkan interaksi antara bagian-bagian tubuh. Jelaslah bahwa swhat adalah suatu keadaan yang relative, hal ini dengan tepat dilukiskan oleh Perkins sebagai berikut : “ Health is state of relative equilibriums of body form and function which result from its succesfull dynamic adjustment to forces impinging on it, but an active respons of body forces working toward readjustment” (Kapita Selekta Kedokteran, 1982). Perkins jelas mengatakan bahwa konsep sehat ( dan sakit) merupakan spectrum yang lebar dan setiap waktu kesehatan seseorang bergeser dalam spectrum tersebut sesuai dengan hasil interaksi yang terjadi dengan kekuatan-kekuatan yang mengganggunya. Konsep sehat menurut WHO mengandung 3 unsur, yaitu fisik, mental dan social. Sehat secara fisik jelas pengukurannya, seperti yang telah dibicarakan diatas. Sehat secara mental juga relative mudah diketahui. Namun banyak pandangan yang tentang apa yang dimaksud dengan sehat secara social. Ada kecenderungan yang sama, bahwa sehat social dikaitkan dengan sistim keamanan social, meskipun masih dapat dipertanyakan apakah Negara yang memiliki sistim keamanan social memang lebih baik status kesehatannya. Hal ini tentunya tergantung daripada kwalitas sistimnya, bagaimana sistim itu dijalankan dan prospek pembiayaannya dikaitkan dengan pendapatan nasional Negara tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa sehat harus dilihat dari pandangan komunitas maupun individual.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memberikan batasan : Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna baik mental dan fisik, maupun social dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehatan itu hanya mencakup 4 aspek yakni fisik ( badan), mental (jiwa), social, dan ekonomi. Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan social saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja ( pensiun) atau usila (Usia lanjut), berlaku produktif secara social, yakni mempunyai kegiatan, misalnya sekolah atu kuliah bagi anak dan remaja, dan kegiatan pelayanan social bagi usila. Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok, atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan itu bersifat holistic atau menyeluruh. Wujud atau indicator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut.
1). Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2). Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional dan spiritual. Pikiran yang sehat tercermin dari cara berpikir seseorang yakni mampu berpikir logis (masuk akal) atau berpikir secara runtut. Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan sesorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya taku, gembira, sedih dan sebagainya. Spiritual yang sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap sang Pencipta alam dan seisinya ( Allah Yang Maha Kuasa), secara mudah spiritual yang sehat itu dapat dilihat dari praktik keagamaan atau kepercayaannya serta perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
3). Kesehatan social terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status social, ekonomi, politik dan sebagainya saling menghargai dan toleransi.
4). Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa) dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong hidupnya atau keluarganya secara financial. Bagi anak remaja dan usila dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Bagi mereka produktif disini diartikan mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya sekolah atau kuliah bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan pelayanan atau keagamaan bagi para usila.
Kesehatan Masyarakat
Upaya kesehatan ialah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan ini baik kesehatan individu, kelompok atau masyarakat harus diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, lembaga pemerintahan, ataupun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut, dapat dilihat dari dua aspek, yakni pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek, yaitu aspek kuratif ( pengobatan penyakit) dan aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedang peningkatan kesehatan mencakup dua aspek yaitu preventif (pencegahan penyakit) dan aspek promotif (peningkatan kesehatan itu sendiri). Kesehatan perlu ditingkatkan karena kesehatan itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas. Oleh sebab itu upaya kesehatan promotif mengandung makna bahwa kesehatan seseorang, kelompok atau individu, harus selalu diupayakan sampai tingkat yang optimal. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Secara umum kesehatan dibagi menjadi dua yakni kesehatan individu dan kesehatan agregat ( kumpulan individu ) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang mempelajari masalah kesehatan individu ini adalah ilmu kedokteran (medicine), sedangkan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan agrerat adalah ilmu kesehatan masyarakat (public health). Dari pengalaman –pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai abad ke 20, Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan yang sampai sekarang masih relevan, yaitu : kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk :
Perbaikan sanitasi lingkungan
Pembersihan penyakit-penyakit menular
Pendidikan untuk kebersihan perorangan ( personal hygiene)
Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini serta pengobatan, dan
Pengembangan rekayasa social untuk menjamin agar setiap orang terpenuhi kebutuhan hidupnya yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan – batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai dua aspek teoritis ( ilmu atau akademi) dan praktisi ( aplikasi ). Kedua aspek ini masing-masing mempunyai peran dalam kesehatan masyarakat . Secara teoritis, kesehatan masyarakat perlu didasari dan didukung dengan hasil penelitian. Artinya, dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat (aplikasi) harus didasari dengan temuan (evident based) dan hasil kajian ilmiah (penelitian). Sebaliknya, kesehatan masyarakat juga harus terapan (applied), artinya, hasil study kesehatan masyarakat harus mempunyai manfaat bagi pengembangan program kesehatan.
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai factor, factor internal (dari dalam diri manusia) maupun factor eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari factor fisik dan psikis. Factor eksternal terdirir dari berbagai factor, antara lain social, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
Perilaku merupakan factor terbesar kedua setelah factor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat ( Blum :1974). Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada factor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap factor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui dua upaya yang saling bertentangan. Masing-masing upaya tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Promosi Kesehatan sebagai bagian dari cabang dari ilmu kesehatan,juga mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan seni. Dari sisi seni, yakni praktisi atau aplikasi promosi kesehatan, merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain. Artinya setiap program kesehatan, misalnya pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sanitasi lingkungan, kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan sebagainya, perlu ditunjang atau dibantu oleh promosi kesehatan ( di Indonesia sering disebut penyuluhan kesehatan). Hal ini esensial, karena masing-masing program tersebut mempunyai aspek perilaku masyarakat yang perlu dikondisikan dengan program promosi kesehatan. Dari pengalamn beretahun-tahun pelaksanaan pendidikan ini, baik Negara maju maupun Negara berkembang, mengalami berbagai hambatan dalam rangka pencapaian tujuannya, yakni mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakatnya. Hambatan yang paling dirasakan adalah factor pendukungnya. Di dalam penelitian-penelitian yang ada terungkap, meskipun kesadaran dan pengetahuan yang sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktik tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Setelah dilakukan pengkajian oleh WHO terutama dinegara-negara berkembang ternyata factor pendukung atau sarana dan prasaranatidak mendukung masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Promosi Kesehatan Dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak
Promosi Kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Peengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain, adanya promosi kesehatan diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.
Promosi kesehatan juga merupakan suatu usaha proses yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak factor. Factor tersebut, disamping factor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat Bantu/alat peraga pendidikan yang dipakai. Agar mencapai suatu hasil yang optimal, maka factor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis.
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan atau ibu menyusui, anak remaja, usia lanjut dan pengasuh anak.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 35/1000 kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM tahun 2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan demikian target tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA ( Dinkesprovsulteng, 2007).
Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SDKI) tahun 2002 - 2003 AKI untuk periode tahun 1998-2002, adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka kematian bayi (AKB) Indonesia terjadi turun naik. Tahun 1997 AKB mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup, kemudian tahun 2002 menurun menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2002). Dari Susenas 2004 hasil perhitungan AKB dengan Mortpak 4 adalah adalah 52 per 1000 kelahiran hidup. Selain itu di didapati juga data Susenas 2004 memperoleh perkiraan Angka Kematian Balita sebesar 74 per 1000 balita, dengan referensi waktu Mei 2002 ( Asmilia Makmur, 2008).
Sebagaian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anameia pada ibu hamil ini akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia ( Dinkesprovsulteng, 2007).
Menurut data SKRT tahun 2001, 90 % penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28 % diantaranya terjadi pendarahan dimasa kehamilan dan persalinan. ((Resty Km 2007). Ada beberapa sebab yang tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu :
• Pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah. Masih banyaknya ibu yang beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan sesuatu yang alami yang berarti tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan, serta tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil termasuk kelompok risiko tinggi. Ibu hamil memiliki risiko 50 % dapat melahirkan dengan selamat dan 50 % dapat mengakibatkan kematian.
• Sosial ekonomi dan sosial budaya Indonesia yang mengutamakan bapak dibandingkan ibu, sebagai contoh dalam hal makanan, sang bapak didahulukan untuk mendapat makanan yang bergizi sedangkan bagian yang tertinggal diberikan kepada ibu, sehingga angka anemia pada ibu hamil cukup tinggi mencapai 40 %.
• “4 terlalu “dalam melahirkan, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak
• “3 terlambat”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah diupayakan antara lain melalui promosi kesehatan dalam peningkatan kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan klinis bagi pemberi pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan implementasi dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making Pregnancy Safer yaitu:
Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Sehubungan dengan penerapan system desentralisasi, maka pelaksanaan strategi MPS didaerah pun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya variasi anatara daerah dalam hal demografi dan geografi, maka kegaiatan dalam program kesehatan ibu dan Anak (KIA) akan berbeda pula. Namun agar pelaksanaan Program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA puskesmas maupun di tingkat Kabaupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja ( Dinkesprovsulteng, 2007).
Untuk itu, perlu di pantau secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA disuatu wilayah kerja, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangakan system Pemantau Wilayah Setempat (PWS-KIA). Tujuannya untuk meningkatnya pemantauan cakupan dan pelayanan untuk setiap wilayah kerja secara terus-menerus dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan. Secara khusus bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang masalah-masalah yang menghambat Pelaporan data dari Kabupaten/Kota, memantau cakupan KIA yang dipilih sebagai indikator, secara teratur (bulanan) dan terus menerus untuk tiap wilayah, menilai kesenjangan anatara target yang ditetapkan dan pencapaian sebenarnya untuk tiap Kabupaten/kota, menentukan urutan wilayah prioritas yang akan ditangani srcara insentif berdasarkan besarnya kesenjangan anatara target dan pencapaian, merencanakan tindak-lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang dapat digali ( Dinkesprovsulteng, 2007).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI melalui Surat Nomor: 443/1334/SJ tanggal 8 Juni 2005, tentang Progam-program Kesehatan Dasar dan Penyakit Menular antara lain meminta untuk segera melakukan revitalisasi dan optimalisasi Posyandu. Dalam surat tersebut, Mendagri meminta agar Pemerintah Provinsi segera mengembangkan langkah-langkah kegiatan antara lain meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan Kader, meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana dan prasarana, meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan, serta meningkatkan peranserta masyarakat, kemitraan dengan swasta dan dunia usaha ( Asmilia Makmur, 2008).
Menindaklanjuti SE Mendagri di atas serta menyadari peran Posyandu yang demikian strategis dalam mendeteksi secara dini berbagai persoalan KB, Kesehatan Ibu dan Anak serta kesehatan masyarakat, maka Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) ( Asmilia Makmur, 2008).
Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006). Meskipun posyandu bersumber daya masyarakat, pemerintah tetap ikut andil terutama dalam hal penyediaan bantuan teknis dan kebijakan. Kebijakan terkait posyandu terbaru adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu. Salah satu indikator keberhasilan revitalisasi posyandu adalah meningkatknya status gizi anak sehingga jumlah anak yang berat badannya tidak naik semakin menurun. Kasus kurang gizi dan gizi buruk terkadang sulit ditemukan di masyarakat, salah satu penyebabnya adalah karena si ibu tidak membawa anaknya ke pusat pelayanan kesehatan. Akibatnya bermunculan berbagai kasus kesehatan masyarakat bermula dari kekurangan gizi yang terlambat terdekteksi pada banyak balita seperti diare, anemia pada anak, dan lain-lain ( Asmilia Makmur, 2008). Sedangkan strategi dalam menurunkan AKI adalah :
• Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang cost efektif dan didukung oleh :
• Kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait, mitra lain, pemerintah dan swasta
• Pemberdayaan perempuan dan keluarga
• Pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan dalam menurunkan AKI (Resty Km, 2007).yaitu :
Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, melalui :
a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa penyediaan tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada polindes/pustu dan puskesmas, kemitraan bidan dan dukun bayi, serta berbagai pelatihan bagi petugas.
b. Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar, antara lain bidan desa di polindes/pustu, puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
c. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE untuk mencegah terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran, meningkatkan partisipasi aktif pria.
d. Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI, POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.
e. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat, antara lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA. Kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor darah), jaga selama hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi, partisipasi dalam jaga mutu pelayanan.
Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui peningkatan kemampuan pengelola program agar mampu melaksanakan, merencanakan dan mengevaluasi kegiatan (P1 – P2 – P3) sesuai kondisi daerah.
Sosialisasi dan advokasi , melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar lebih berpihak kepada kepentingan ibu dan ana
PROMOSI KESEHATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
Adalah upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong diri sendiri serta mengembangkan kegiatan bersumber daya masyarakat.
2.4.1 Peran Promosi Kesehatan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan salah satu pilar bagi “Indonesia Sehat 2010”.
Promosi kesehatan adalah penopang utama bagi setiap pogram kesehatan.
Satu fungsi Puskesmas adalah sebagai pusat pemberdayaan masyarakat
2.4.2 Strategi Promosi Keseshatan
Gerakan Pemberdayaan
Bina Suasana
Advokasi Yang diperkuat oleh Kemitraan serta Metode dan sarana yang tepat Geraka Pemberdayaan
2.4.3 Pemberdayaan :Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti per-kembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
2.4.4 Sasaran Utama Pemberdayaan
Individu ( Ibu dan Anak )
Keluarga ( Ibu dan Anak)
Kelompok masyarakat
Bina Suasana
Bina Suasana : adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Tiga Pendekatan :
• Pendekatan Individu, • Pendekatan Kelompok, dan • Pendekatan Masyarakat Umum.
a) Bina Suasana Individu
• Bina Suasana Individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. • Dengan pendekatan ini diharapkan : - dapat menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. - dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur– demi mencegah munculnya wabah demam berdarah). - dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
b) Bina Suasana Kelompok
• Bina Suasana Kelompok ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), Majelis Pengajian, Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi, Orga-nisasi Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa, Organisasi Pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli dengan tujuan meningkatkan kesehatan Ibu dan Anak.
• Dengan pendekatan ini diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan me-nyetujui atau mendukungnya.• Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.
c) Bina Suasana Masyarakat Umum
• Bina Suasana Masyarakat Umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum yang positif tentang perilaku tersebut. Dengan pendekatan ini diharapkan :
• media-media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.
• Media-media massa tersebut lalu bersedia menjadi mitra dalam rangka menyebar-luaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum (opini publik) yang positif tentang perilaku tersebut. • Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.
2.4.6 Advokasi• Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).• Advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenis. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa :
• Tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah.
• Tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya.
• Yang juga tidak boleh dilupakan adalah tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah.• Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat.
• Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advo-kasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat.
• Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:• Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
• Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
• Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
• Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
• Dikemas secara menarik dan jelas
• Sesuai dengan waktu yang tersedia
Kemitraan
• Kemitraan harus digalang baik dalam rangka Pemberdayaan maupun Bina Suasana, dan Advokasi.
• Kemitraan perlu digalang dengan individu-individu, keluarga, pejabat-pejabat atau instansi-instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masya-rakat, media massa, dan lain-lain.
Kesetaraan
Kesetaraan berarti :
• Tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.
• Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah).
• Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Adapun bila kemudian dibentuk struktur yang hirarkhis (dalam organisasi kelompok kemitraan, misalnya), adalah karena kesepakatan.
2.4.9 Keterbukaan • Di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing pihak
• Setiap usul/ saran/komentar harus disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
• Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari “pertengkaran” tersebut.
2.4.10 Metode dan Sarana
• Terdapat dua hal yang menentukan keberhasilan komunikasi, yaitu: (1) metode komunikasi, dan
(2) sarana atau media pendukung komunikasi.
a) Metode komunikasi
• Pemberdayaan dapat dilakukan dengan pilihan metode: ceramah & tanya jawab, dialog, demonstrasi, konseling, bimbingan, kerja kelompok, dan lain-lain dalam meningkatkan kesehatan Ibu dan Anak.
• Bina Suasana dapat dilakukan dengan metode-metode: penggunaan media massa, dialog, debat, seminar, kampanye, petisi/ resolusi, mobilisasi, dan lain-lain. • Advokasi dapat dilakukan dengan pilihan metode: seminar, lobi, dialog, negosiasi, debat, petisi/resolusi, mobilisasi, dan lain-lain.
• Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga penggunaan gabungan beberapa metode sering dilakukan untuk memaksimalkan hasil.
b) Sarana komunikasi
• Jika penerima informasinya berupa individu tertentu, dapat digunakan media seperti lembar-balik (flashcards), gambar-gambar/foto-foto dan skema yang berupa lembaran-lembaran.
• Jika penerima informasinya berupa kelompok tertentu, dapat digunakan lembar-balik ukuran lebih besar, pertunjukan slides (melalui overhead projector, slide projector, komputer & LCD projector, atau lainnya), dan pertunjukan filem (melalui film projector, VCD player, komputer & LCD projector, atau lainnya).• Jika penerima informasinya berupa masyarakat umum atau individu-individu dan kelompok-kelompok di mana pun berada (tidak tertentu), dapat digunakan poster, leaflet, flyer, majalah, koran, buku, siaran radio, dan tayangan televisi.2.4.11 Promosi Kesehatan Oleh Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pemba-ngunan kesehatan nasional. Yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam rangka mencapai Visi „Indonesia Sehat“.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelenggarakan tiga fungsi, yaitu sebagai : (1) pusat peng-gerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2) pusat pemberdayaan masyarakat, dan (3) pusat pelayanan kesehatan strata pertama.


DAFTAR PUSTAKA
Prof. dr. Notoatmojo, Soekidjo. “ Promosi Kesehatan” . 2007. Rineka Cipta. Jakarta.
Junadi, Purnawan. Amelz Husna. ” Kapita Selekta Kedokteran”. Edisi 2. 1928. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta
Amin Subargus, SKM, M.Kes “PROMOSI KESEHATAN DALAM KEPERAWATAN ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses April 11, 2009: http : // WordPress.com.
Dinkesprovsulteng. “Pertemuan Peningkatan Kemampuan Pengelola Data Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2007 Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses Nopember 16, 2007 : http : // Wordpress. Com
Nurudin Jauhari. “ CAKUPAN PROMOSI KESEHATAN THN 2007 ”, Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses April 28th, 2008, http:// cakupan-promosi-kesehatn.html
Resty K. “FUNGSI IBU SULIT DIGANTI !!!!! FUNGSI ISTERI DAPAT DIGANTI”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses 2007: http : // - webmaster@promosikesehatan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar