Kamis, 25 Juni 2009

Skrining Endometrium



Skrining Endometrium


Definisi
Commision on Chronik Illnes (1951) “... the presumtive identification of unrecognized disease or defect by the application of tests, examinations or other procedures which can be applied rapidly to sort out apparently well persons who probably have a disease from those who probably do not.
A screening test is not intended to be diagnostic. Persons with positive or suspicious findings must be referred to their physicians for diagnosis and necessary treatment”
Skrining adalah (1) pemeriksaan terhadap sejumlah besar orang untuk mengungkap karakteristik tertentu atau penyakit yang tidak diketahui seperti fenilketonuria atau hipotiroidisme pada neonatus (2 ) Fluroskopi ( Kamus Kebidanan ).
Skrining sama artinya dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, mencakup pemeriksaan (tes) pada orang-orang yang belum mempunyai simptom-simptom penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau pada stadium praklinik (dr. H. K. Suheimi ).
D
4asar skrining bila diagnosis dan pengobatan dapat dilakukan sebelum timbul tanda atau simptom, maka prognosis keberhasilan akan lebih baik dari pada bila sudah terjadi tanda / simptom. Bila pengobatan pada stadium lanjut : keadaan pasien lebih buruk, pilihan terapi lebih sulit, biaya akan lebih mahal, prognosis akan lebih buruk. Bila pengobatan pada stadium dini / preinvasif : keadaan pasien masih baik, pilihan terapi lebih mudah, biaya lebih murah, prognosis akan lebih baik. Dapat dikatakan penyembuhan dapat berhasil sampai 100% (sembuh total).
Skrining untuk populasi besar : skrining massal ("mass screening"). Tujuan skrining massal (mass screening) : menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit dalam masyarakat melalui deteksi dini dan pengobatan pada keadaan belum terdapat simptom.
 Penyakit yang mempunyai akibat yang serius, fatal, morbiditas lama, mortalitas tinggi.
 Penyakit itu harus mempunyai cara pengobatan, dan bila digunakan pada kasus yang ditemukan melalui skrining, efektifitasnya harus lebih tinggi.
 Penyakit itu mempunyai fase praklinik yang panjang dan prevalensi yang tinggi diantara populasi yang diskrining. Kalau prevalensi rendah, yang terdeteksi juga akan rendah.
 Tes yang dipakai harus memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi, dan biaya pemeriksaan tidak mahal.
Tujuan Program Skrining
Untuk pencegahan penularan penyakit
Untuk perlindungan kesehatan masyarakat
Sebagai bagian dari suatu survei yg bermanfaat untuk menentukan
frekuensi dan Riwayat alamiah penyakit atau masalah kesehatan tertentu
Peran Skrining
Berperan dlm proses mengidentifikasi orang-orang yg berisiko terkena penyakit atau masalah kesehatan ttn. Penegakan diagnosis pasti ditindak lanjuti di fasilitas kesehatan
Mengidentifikasi penyakit pada stadium dini, sehingga terapi dapat dimulai secepatnya dan prognosa penyakit dapat diperbaiki
Berperan dalam melindungi kesehatan individual
Pengendalian penyakit infeksi melalui proses identifikasi carrier penyakit dikomunitas
2.1.4 Contoh Program Skrining
Phenylketonuria (PKU) adalah kelainan bawaan metabolisme phenylalanin yg diakibatkan kerusakan aktifitas enzim phenylalanin-hidroxylase. Penyakit ini muncul pd usia 3-6 bln dan ditandai oleh keterlambatan perkembangan bayi, microcephaly. EEG yg abnormal, ekzim dan hiperaktifitas. Jika tdk diobati sebelum usia 3 minggu dpt berakibat RM.
Test gangguan pendengaran pada bayi harus dilakukan sebelum bayi berusia 8 bulan.
Test Papanicolaou-smear untuk skrining ca serviks, untuk mendeteksi ca-insitu. Alasan test ini adalah karena proporsi ca-insitu cukup tinggi dan akan berkembang menjadi ca invasive, sebagian ca bertahan cukup lama pd stadium ca -insitu sehingga skrining pada jangka waktu ttn dapat mendeteksi proporsi kasus ca cukup tinggi, penanganan ca-insitu cukup tinggi tingkat kesembuhannya.
Skrining donor darah untuk mendeteksi HIV.
Mammography dan pemeriksaan fisik untuk skrining ca payudara pada wanita diatas 50 tahun.
Pemeriksaan alpha-fetoprotein untuk skrining kerusakan (defek) syaraf.
Skrining penyakit hipertensi pada penduduk berusia 35 tahun keatas yg dilakukan oleh Hart J.T th 1984 di Inggris. Hasilnya ditemukan bahwa tekanan darah sistolik 170-180 mm Hg tanpa disertai gejala atau keluhan.
Skrining karsinoma prostat dilakukan terhadap 811 lansia dengan pemeriksaan digital, bila dicurigai dilanjutkan dengan biopsi dan pemeriksaan PA. Hasilnya 34 dicurigai, dari biopsi 11 positif karsinoma prostat.
Persyaratan skrining menurut Wilson and Jungner (1986)
Masalah kesehatan/penyakit yg diskrining harus merupakan masalah kesehatan yang penting.
Hrs tersedia pengobatan bagi pasien yg terdiagnosa setelah proses skrining.
Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.
Penyakit yang diskrining harus memiliki fase latent atau simptomatik dini.
2.2 Skrining Kanker Endometrium
2.2.1 Kanker Endometrium
Di negara maju semakin meningkat sejak pertengahan abad 20. Diduga penyebab karena : jumlah wanita dengan usia lanjut makin meningkat, makanan tinggi kalori dan lemak, pemakaian estrogen tanpa kombinasi progesterone untuk kontrasepsi pada tahun 1960-1970.
Kanker endometrium adalah jaringan atau selaput lender rahim yang tumbuh di luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding rahim. Kanker endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran menuju vagina. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua. Tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Gambar 1.0 Cancer Endometrium
Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker endometrium1.
Kanker endometrium paling sering terdiagnosis pada usia pasca menopause, dimana 75% kasus terjadi pada wanita usia pasca menopause. Meskipun demikian sekitar 20% kasus terdiagnosis pada saat premenopause. Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kanker endometrium yaitu hormon replacement theraphy, terapi Tamoxifen, obesitas, wanita pasca menopause, nulipara atau dengan paritas rendah, dan keadaan anovulasi. Hal-hal tersebut berkaitan dengan keadaan upopposed estrogen yang meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan terhadap estrogen atau meningkatkan kadar progesteron, seperti penggunaann kontrasepsi oral dan merokok, merupakan faktor yang bersifat protektif.
Kanker endometrium stadium awal memiliki prognosis yang cukup baik. Kanker endometrium terdiagnosis saat masih terlokalisir memiliki survival rate 5 tahunnya mencapai 96%, dan menurun sampai ke 44% pada stadium lanjut.
Dengan pengetahuan yang baik tentang perdarahan pervaginam pasca menopause di dunia Barat, sebagian besar kasus ini, sekitar 77% terdiagnosis pada stadium dini. Teknik skrining yang dapat digunakan adalah skrining non-invasif, seperti USG dan teknik invasif seperti pemeriksaan D&C dan biopsi endometrium yang merupakan tehnik yang digunakan untuk mengevaluasi jaringan endometrium dan menjadi bakuan dalam menilai status endometrium. Biopsi endometrium mempunyai sensitifitas yang baik dengan negatif palsu yang rendah dan sebagian besar disebabkan karena kesalahan dalam pengambilan. Namun demikian penentuan stadium karsinoma endometrium yang akurat adalah melalui prosedur pembedahan.
2.2.2 Klasifikasi Kanker Endometrium
Kanker endometrium merupakan salah satu kejadian kanker ginekologis tersering pada usia pasca menopause. Kanker ini dapat berasal dari endometrium normal, atrofi, atau hiperplasia endometrium yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe.
Tipe I merupakan bentuk tersering dan dihubungkan dengan peningkatan kadar hormon estrogen dalam sirkulasi. Tumor ini berawal dari hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi kanker. Secara histologi, tumor ini merupakan adenokarsinoma endometrioid dengan grade yang rendah dan mengenai 75 – 80 % kasus.
Tipe II merupakan kanker dengan grade yang lebih tinggi dan lebih agresif dan timbul secara spontan. Secara histologi, terdiri atas serous, clear cell, adenosquamous dan adenokarsinoma grade 3, yang mengenai wanita yang lebih tua dan tidak memiliki estrogen related precursor. Pada beberapa studi epidemiologi, lebih difokuskan penilaian faktos risiko kanker endometrium tipe I yang berhubungan dengan adanya hormon estrogen. Sedangkan faktor risiko kanker endometrium tipe II lebih sedikit.
2.2.3 Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dinyatakan berperan terhadap terjadinya kanker endometrium.
a. Obesitas
Penelitan juga menunjukkan bahwa wanita obesitas mempunyai risiko kanker endometrium 2-4 kali lipat. Definisi obesitas adalah indeks massa tubuh diatas 27. Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada kanker endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25 Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding dengan wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25 Kg diatas berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.
b. Riwayat menstruasi
Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun mempunyai resiko 1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai riwayat menars setelah usia lenih dari 12 tahun. Menstruation span merupakan metode numerik untuk menentukan faktor resiko dengan usia saat menarche, usia menopause dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS) = usia menars – (jumlah paritas x 1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena kanker endometrium sebanyak 4,2 kali dibanding MS <> 20 tahun yang lalu.
c. Diabetes mellitus (DM)
Faktor-faktor resiko lainnya adalah diabetes melitus, Hereditary non poliphoid colorectal carcinoma (HNPCC) serta Sindrom Ovarium Polikistik (SOP) dimana diduga bahwa HNPCC dan SOP yang terdapat pada sekitar 5-10% wanita usia reproduksi merupakan faktor risiko kanker endometrium pada wanita yang lebih muda. Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnorml merupakan faktor resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes melitus klinis pada penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-17%, sedangkan angka kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-64%.
d. Hipertensi
50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3 populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna daripada populasi kontrol.
e. Riwayat infertilitas
Resiko kanker endometrium lebih tinggi pada wanita nulipara, baik pada wanita yang tidak kawin maupun yang kawin. Dilaporkan bahwa 25% diantara penderita karsinoma adalah nulipara. Kelompok penderita karsinoma endometrium yang telah mempunyai anak, rata-rata pernah melahirkan 2,7 kali, sedangkan dari kelompok kontrol rata-rata pernah melahirkan 4,6 kali. Laporan lain menunjukkan bahwa faktor infertilitas lebih berperan daripada jumlah paritas.
f. Pemakaian estrogen
Faktor-faktor lain adalah yang mempengaruhi pemaparan terhadap estrogen atau meningkatkan kadar progesteron, seperti penggunaan kontrasepsi oral dan merokok merupakan faktor yang bersifat protektif.
Penelitian-penelitian terbaru banyak memperlihatkan hubungan penggunaan hormone replacement therapy dengan kejadian kanker endometrium. Terapi unopposed estrogen ditemukan dapat meningkatkan risiko kanker endometrium 2-10 kali dengan relative risk (RR) rata-rata 4-5 kali dan risiko ini meningkat seiring dengan lama pemakaian.
Dewasa ini para wanita hidup lebih lama dari pada organ-organ reproduksinya secara faal dan mempunyai harapan hidup 20-30 tahun lebih lama setelah menopause. Keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan penjualan dan pemakaian preparat estrogen untuk pengobatan klimakterium diikuti dengan meningkatnya angka kejadian kanker endometrium. Resiko relatif meningkat menjadi 0,17-8,0 pada wanita yang menggunakan estrogen konjugasi, namun menurun bila dikombinasikan dengan progesteron menjadi 0,3%. Penambahan komponen progesteron baik siklik atau terus menerus akan mengurangi risiko. Lamanya terapi progestin yang siklik merupakan hal yang penting, dianjurkan selama 14 hari.
g. Hiperplasia Endometrium
Secara histopatologik hiperplasia endometrium ditandai dengan adanya proliferasi yang berlebihan dari kelenjar dan stroma disertai dengan meningkatnya vaskularisasi dan sebukan sel limfosit. Penyebab dari hiperplasia endometrium adalah rangsangan salah satu unsur estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Terminologi neoplasia endometrium intraepitel ditunjukkan pada hiperplasia endometrium yang disertai sel-sel atipik. Resiko progresi menjadi kanker sebanyak 1,5% pada hiperplasia tanpa sel-sel atipik dan 23% pada hiperplasia yang diserti sel-sel atipik.
Gambar 1.1 Hiperplasia Endometrium
Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat menjadi kanker rahim. Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak terjadi kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.
Hormon yang ada di tubuh wanita estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan progesteron mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi (lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh sperma), maka kadar hormon (progesteron) akan menurun, sehingga timbullah haid/menstruasi.Pada saat mendekati menopause, kadar hormon2 ini berkurang. Setelah menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi hormon ini sangat sedikit sekali. Untuk mengurangi keluhan/gejala menopause sebagian wanita memakai hormon pengganti dari luar tubuh (terapi sulih hormon), bisa dalam bentuk kombinasi estrogen + progesteron ataupun estrogen saja.
Estrogen tanpa pendamping progesteron (unoppesd estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium. Pada beberapa kasus sel-sel yang menebal ini menjadi tidak normal yang dinamakan Hiperplasis atipik yang merupakan cikal bakal kanker rahim.Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi pada: usia sekitar menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama sekali, over-weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron dalam mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang biasa/sering adalah perdarahan pervagina yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan memanjang).
Pada kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat-obatan yaitu dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan serta mencegahnya tidak menebal lagi. Namun pemakain progesteron ini menimbulkan bercak (spotting). Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan evaluasi kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling lainnya. Jika tidak ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat lagi.
Histerektomi atau pengangkatan rahim dilakukan jika anak sudah cukup atau hiperplasia nya jenis atipik. Namun jika masih ingin punya anak maka masih ada pilihan dilakukan terapi hormonal.
Hal-hal dibawah ini dapat mengurangi risiko terjadinya hiperplasia endometrium:* Terapi sulih hormon yang seimbang (estrogen plus progesteron).* Jika haid tidak teratur (tidak tiap bulan ada), dapat diberikan progesteron agar tidak terjadi penebalan endometrium. Pil KB yang mengandung kombinasi estrogen-progesteron dapat memncegah hiperplasia pada wanita dengan haid yang tidak teratur.* Jika overweight, kurangi BB
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian keganasan endometrium lenih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara dan Eropa lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika dan Amerika latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan jenis makan sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang menyolok dari keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan miskin. Keadaan ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari daerah rural ke Amerika Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Asia yang pindah ke negara industri dan merubah menu makanannya dengan cara barat seperti misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya.
2.2.4 Tanda Dan Gejala
Pasien tersebut tidak memiliki faktor risiko, namun demikian karena pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam pada saat postmenopause, maka dugaan pertama adalah adanya kemungkinan keganasan endometrium.
Angka kejadian kanker endometrium pada usia pasca menopause cukup tinggi dimana 75% kasus terjadi pada wanita usia pasca menopause, sehingga pada kasus ini perdarahan pervaginam pasca menopause merupakan indikasi pertama terdapatnya keganasan endometrium. Perdarahan pervaginam abnormal yang terjadi selama perimenopause atau postmenopause dihubungkan dengan kejadian kanker endometrium pada 20% kasus. Diagnosis kanker endometrium biasanya dibuat saat melakukan evaluasi penyebab perdarahan pervaginam yang abnormal.
Selain perdarahan pasca-menopause, kanker endometrial juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan keluhan sebagai berikut:
Wanita pasca-menopause dengan piometra
Wanita pasca-menopause asimtomatik dengan sel-sel endometrium pada usapan Papanicolaou, khususnya jika ditemukan sel atipik
Usia peri-menopause dengan perdarahan intermenstrual atau menstruasi yang banyak
Usia pra-menopause dengan perdarahan uterus abnormal, terutama jika terdapat riwayat anovulasi
Rasa sakit pada saat menstruasi.
Rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut bagian bawah, rasa sakit ini akan bertambah pada saat berhubungan seks.
Sakit punggung pada bagian bawah.
Sulit buang air besar atau diare.
Keluar darah pada saat buang air kecil dan terasa sakit.
Keputihan bercampur darah dan nanah.
Terjadi pendarahan abnormal pada rahim.
2.2.5 Skrining Kanker Endometrium
Kanker ini didahului oleh lesi prakanker sehingga sebesarnya cocok juga untuk diadakan program skrining.
Misalnya :
 Dinding kavum uteri sulit dicapai secara pemeriksaan klinik.
 Harus melalui prosedur yang tidak semula kanker serviks.
 Sel endometrium lebih kohesif, menempel ke basal, sel yang bereksfoliasi sedikit.
 Keasaman vagina dapat menyebabkan degenerasi sel eksfoliasi.
Berikut ini beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan pada hiperplasia endometrium:a. USG: Terutama yang transvaginal.
USG : tebal endometrium di atas 5 mm pada usia perimenopause
Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam kavum uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal diyakini banyak penelitian sebagai langkah awal pemeriksaan kanker endometrium, sebelum pemeriksaan-pemeriksaan yang invasif seperti biopsi endometrial, meskipun tingkat keakuratannnya yang lebih rendah, dimana angka false reading dari strip endometrial cukup tinggi. Sebuah meta-analisis melaporkan tidak terdeteksinya kanker endometrium sebanyak 4% pada penggunaan USG transvaginal saat melakukan pemeriksaan pada kasus perdarahan postmenopause, dengan angka false reading sebesar 50%. USG transvaginal dengan atau tanpa warna, digunakan sebagai tehnik skrining. Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan ketebalan endometrium dan kelainan pada endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,4±1,2 mm pada wanita dengan endometrium atrofi, 9,7±2,5 mm pada wanita dengan hiperplasia, dan 18,2±6,2mm pada wanita dengan kanker endometrium. Pada studi yang melibatkan 1.168 wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker endometrium dan 112 wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai ketebalan endometrium  5 mm. Metode non-invasif lainnya adalah sitologi endometrium namun akurasinya sangat rendah.
Gambar 1.2 Transvaginal USG Endometrium Cancer
Pap Smear
Pap Smear adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias Papanikolaou, untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papilomavirus.
Gambar 1.3 Pap Smear Test Endometrium Cancer
c. Biopsi
Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa dengan mikroskop (PA) Cara mendapatkan sampel : aspirasi sitologi dan biopsy hisap (suction biopsy) menggunakan suatu kanul khusus. Alat : novak, serrated novak, kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet.
Gambar 1.4 Biopsi
d. Dilatasi dan Kuretase (D&C) :
Untuk metode invasif antara lain adalah dilatase dan kuretase (D&C). Leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan.
Gambar 1.5 Dilation and curettage
e. Hysteroscopy
Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di PA-kan
Gambar 1.6 Histerescopic
f. Pembedahan
Penentuan stadium karsinoma endometrium yang akurat adalah melalui prosedur pembedahan, namun pada kasus ini pembedahan belum dilakukan meskipun telah direncanakan. Stadium klinik diperlukan untuk persiapan pembedahan (tabel 1 dan tabel 2).
Tabel 1. Stadium klinik karsinoma endometrium (FIGO 1971)7
Stadium
Keterangan
Stadium 0
Karsinoma insitu
Stadium I
Karsinoma terbatas pada korpus
Stadium IA Panjang kavum uteri <8> 8 cm
Stadium II
Karsinoma mengenai korpus dan servik
Stadium III
Karsinoma meluas keluar uterus tetapi belum keluar dari panggul kecil
Stadium IV
Karsinoma meluas keluar dari panggul kecil atau sudah mengenai mukosa kandung kemih atau rektum

Tabel 2. Stadium pembedahan karsinoma endometrium (FIGO 1988)7
Stadium
Keterangan
Stadium IA
Tumor terbatas pada endometrium
Stadium IB
Invasi kurang dari ½ bagian miometrium
Stadium IC
Invasi lebih dari ½ bagian miometrium
Stadium IIA
Tumor hanya menginvasi kelenjar endoserviks
Sadium IIB
Tumor menginvasi stroma serviks
Stadium IIIA
Tumor menginvasi lapisan serosa dan atau ke adneksa dan atau ditemukannya sel ganas pada bilasan peritoneum
Stadium IIIB
Tumor menginvasi ke vagina
Stadium IIIC
Tumor bermetastasis pada kelenjar getah bening pelvik dan atau paraaorta
Stadium IVA
Tumor menginvasi mukosa vesika urinaria dan atau rektum
Stadium IVB
Tumor dengan metastasis jauh
G1
Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau nonmorular padat 5% atau kurang
G2
Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau nonmorular padat 6%-50%
G3
Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau nonmorular padat lebih dari 50%

Kanker endometrium stadium I dan II yang membutuhkan surgical staging:2,3
Lesi derajat 3
Ukuran tumor > 2 cm dengan lesi derajat 2
Clear cell cancer atau serosa papileferum
Invasi ke miometrium > 50%
Terdapat cervical extension
Gambar 1.7 Endometrium Cancer Stage I
Gambar 1.8 Endomentrium Cancer Stage II
Gambar 1.9 Endometrium Cancer Stage III
Penatalaksanan kanker endometrium stadium III bersifat individual tetapi sebaiknya dilakukan histerektomi total dan salpingooverektomi bilateral. Dengan adanya massa pada adneksa, pembedahan sebaiknya dilakukan untuk menilai asal massa dan mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya. Terangkatnya seluruh tumor yang terdeteksi secara makroskopis merupakan faktor prognosis penting pada seluruh pasien dengan kanker endometrium stadium III. Pembedahan sebaiknya meliputi pengangkatan KGB pelvis atau paraaorta yang membesar, pemeriksaan sitologi, biopsi omentum dan sampling KGB paraaorta. Pada kasus dengan stadium IV, terapi yang diberikan juga bersifat individual, namun biasanya termasuk kombinasi antara operasi, terapi radiasi dan atau terapi kemoterapi.
Metastasis sistemik merupakan masalah utama, namun efektivitas pemberian terapi adjuvan sistemik masih belum dapat dibuktikan. Pasien-pasien dengan metastasis sistemik ini biasanya memiliki tumor dengan differensiasi yang kurang baik, dan umumnya memiliki sedikit reseptor hormon, sehingga respon terhadap progestin menjadi terhambat.

2.2.6 Terapi
Terapi dengan obat anti-kanker Tamoxifen juga dinyatakan sebagai faktor resiko kanker endometrium. Pada berbagai penelitian, RR pada penggunaan tamoxifen berkisar antara 1-7,5 kali meskipun beberapa penelitian kasus-kontrol tidak menemukan hal ini. Pasien yang mendapat tamoksifen harus diinformasikan mengenai risiko kanker endometrium yang meningkat dan harus melaporkan setiap perdarahan yang tidak normal.
Terapi utama kanker endometrium adalah histerektomi total dan salpingooverektomi bilateral. Pada beberapa kasus diperlukan pemberian radiasi adjuvan untuk mencegah rekurensi pada tunggul vagina dan penyebaran ke KGB.
Pilihan manajemen pasca bedah kanker endometrium stadium awal :
Observasi
Pasien stadium IA atau IB, grade 1 atau 2 memiliki prognosis yang baik dan tidak diperlukan terapi adjuvan pada kasus ini. Dan bila pasien tidak diberikan terapi adjuvan diperlukan pemantauan ketat sehingga kejadian rekurensi pada tunggul vagina dapat didiagnosis secara awal.
Radiasi vagina
Radiasi intrakaviter secara signifikasn menurunkan risiko rekurensi pada tunggul vagina. Lotocki dkk melaporkan bahwa penggunaan radium preoperatif atau postoperatif menurunkan risiko rekurensi pada tunggul vagina 14 % menjadi 1,7 %.
Radiasi pelvis eksternal
Pasien dengan KGB pelvis postif anak sebar, merupakan kandidat untuk pemberian radiasi pelvis eksternal, dan jika dibutuhkan dapat dikombinasi dengan radiasi paraaorta.Dan juga sangat rasional dilakukan pada pasien dengan risisko tinggi, yang tidak menjalani surgical staging tetapi memiliki foto rontgen thoraks, yang negatif, CT scan pelvis dan abdominal negatif, dan kadar Ca 125 yang normal.
Radiasi ekternal memiliki efektifitas yang sama denga radiasi vaginal dalam menghilangkan mikrometastasis pada tunggul vagina, sehingga sangatlah tidak beralasan untuk memberikan radiasi vaginal dan radiasi eksternal secara bersamaan oleh karena morbiditasnya meningkat secara bermakna.
Extended-field radiation
Indikasi pemberian radiasi ini adalah pasien dengan biopsi KGB paraaorta yang postif atau KGB pelvis positif secara makroskopis/beberapa KBG pelvis positif.
Whole abdominal radiation
Pasien dengan metastasis peritoneum atau omentum yang telah direseksi dapat diberikan radiasi ini. Sedangkan pada kasus dengan residu tumor yang besar, sebaiknya dipertimbangkan pemberian terapi sistemik.
Intraperitoneal P
Progestin adjuvan
Terapi profilaksis dengan progesteron pada pasien kanker endometrium mungkin tidak cost effektif kecuali pada pasien dengan risiko tinggi dan merupakan reseptor-positive tumor. Namun masih diperlukan banyak penelitian.

Pencegahan
Banyak cara, misalnya, tak terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, apalagi tanpa indikasi dan saran dokter. Jangan pula menaburkan talk di vagina. Bisa juga dengan diet rendah lemak. Kita tahu penyakit ganas ini menduduki peringkat atas sebagai pembawa kematian. Tapi, tidak perlu khawatir bila sejak awal kita sudah melakukan pencegahan. Karena, pencegahan menjadi bagian terpenting dari risiko kanker. "Caranya dengan mencegah terpaparnya substansi yang menyebabkan risiko terjadinya kanker tersebut". Yang terjadi di sini justru sebaliknya, masih banyak wanita yang enggan memeriksakan diri ke dokter kandungan, kendati sudah memiliki berbagai keluhan. Padahal, jika dibiarkan kanker akan semakin mengganas
1. Jauhi Rokok
Ini peringatan paling penting buat wanita perokok. Kecuali mengakibatkan penyakit pada paru-paru dan jantung, kandungan nikotin dalam rokok pun bisa mengakibatkan kanker serviks (leher rahim). Nikotin mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru, juga serviks. " Sayangnya tidak diketahui pasti seberapa banyak jumlah nikotin dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker serviks. Tapi, mengapa harus ambil risiko, lebih baik tinggalkan segera rokok jika kita ingin terbebas dari kanker.
2. Pencucian Vagina
Kita sering melakukan pencucian vagina dengan obat-obatan antiseptik tertentu. Alasannya beragam, entah untuk "kosmetik" atau kesehatan. Padahal, kebiasaan mencuci vagina bisa menimbulkan kanker serviks, baik obat cuci vagina antiseptik maupun deodoran. "Douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya jadi kanker." Jadi, sebaiknya pencucian vagina dengan bahan-bahan kimia tak dilakukan secara rutin. "Kecuali bila ada indikasi, misalnya, infeksi yang memang memerlukan pencucian dengan zat-zat kimia.Itu pun seharusnya atas saran dokter." Artinya, kita jangan sembarangan membeli obat-obatan pencuci vagina. "Terlebih lagi, pembersih tersebut umumnya akan membunuh kuman-kuman. Termasuk kuman Basillus doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina." Kita tahu, bila pH tidak seimbang lagi di vagina, maka kuman lain, seperti jamur dan bakteri, bisa punya kesempatan hidup di tempat tersebut.
3. Menaburi Talk/ Bedak
Yang kerap terjadi lagi, saat daerah vagina gatal atau merah-merah, kita menaburkan talk di sekitarnya, itu bahaya. Pemakaian talk pada vagina wanita usia subur bisa memicu terjadi kanker ovarium (indung telur). "Sebab di usia subur berarti sering ovulasi. Padahal bisa dipastikan saat ovulasi terjadi perlukaan di ovarium. Bila partikel talk masuk akan menempel di atas luka tersebut. Akibatnya, bisa merangsang bagian luka untuk berubah sifat jadi kanker." Karena itu sangat tidak dianjurkan memberi talk di daerah vagina. Karena dikhawatirkan serbuk talk terserap masuk kedalam. Lama-lama akan bertumpuk dan mengendap menjadi benda asing yang bisa menyebabkan rangsangan sel menjadi kanker.
4. Diet Rendah Lemak
Penting diketahui, timbulnya kanker pun berkaitan erat dengan pola makan seseorang. Wanita yang banyak mengkonsumsi lemak akan jauh lebih berisiko terkena kanker endometrium (badan rahim). "Sebab lemak memproduksi hormon estrogen. Sementara endometrium yang sering terpapar hormon estrogen mudah berubah sifat menjadi kanker." Jadi, terang Nasdaldy, untuk mencegah timbulnya kanker endometrium, sebaiknya hindari mengkonsumsi makanan berlemak tinggi. "Makanlah makanan yang sehat dan segar. Jangan lupa untuk menjaga berat badan ideal agar tak terlalu gemuk." Tak heran, bila penderita kanker endometrium banyak terdapat di kota-kota besar negara maju. Sebab, umumnya mereka menganut pola makan tinggi lemak.
5. Kekurangan Vitami C
Pola hidup mengkonsumsi makanan tinggi lemak pun akan membuat orang tersebut melupakan zat-zat gizi lain, seperti beta karoten, vitamin C, dan asal folat. Padahal, kekurangan ketiga zat gizi ini bisa menyebabkan timbul kanker serviks. "Beta karoten, vitamin C, dan asam folat dapat memperbaiki atau memperkuat mukosa diserviks. Jika kekurangan zat-zat gizi tersebut akan mempermudah rangsangan sel-sel mukosa tadi menjadi kanker."Beta karoten banyak terdapat dalam wortel, vitamin C terdapat dalam buah-buahan berwarna oranye, sedangkan asam folat terdapat dalam makanan hasil laut.6. Hubungan Seks Terlalu Dini
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari ia sudah menstruasi atau belum. Tapi juga bergantung pada kematangan sel-sel mukosa, yang terdapat diselaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita tersebut berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks si wanita. "Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma." Lain hal bila hubungan seks dilakukan kala usia sudah di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tak lagi terlalu rentan terhadap perubahan. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. "Sifat sel, kan, selalu berubah setiap saat; mati dan tumbuh lagi. Karena ada rangsangan, bisa saja sel yang tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker.
7. Berganti-ganti Pasangan
Bisa juga kanker serviks muncul pada wanita yang berganti-ganti pasangan seks. "Bila berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan pasangannya pun tak melakukan hubungan seks dengan orang lain, maka tidak akan mengakibatkan kanker serviks." Bila berganti-ganti pasangan, hal ini terkait dengan kemungkinantertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). "Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak. Nah, bila terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan, tentu akan menjadi kanker.
8. Terlambat Menikah
Sebaliknya wanita yang tidak atau terlambat menikah pun bisa berisiko terkena kanker ovarium dan kanker endometrium. Sebab, golongan wanita ini akan terus-menerus mengalami ovulasi tanpa jeda. "Jadi, rangsangan terhadap endometrium pun terjadi terus-menerus. Akibatnya bisa membuat sel-sel di endometrium berubah sifat jadi kanker.
Risiko yang sama pun akan dihadapi wanita menikah yang tidak mau punya anak. Karena ia pun akan mengalami ovulasi terus-menerus. "Bila haid pertama terjadi di bawah usia 12 tahun, maka paparan ovulasinya berarti akan semakin panjang. Jadi, kemungkinan terkena kanker ovarium akan semakin besar."Salah satu upaya pencegahannya tentu dengan menikah dan hamil. Atau bisa juga dilakukan dengan mengkonsumsi pil KB.
Sebab penggunaan pil KB akan mempersempit peluang terjadinya ovulasi. "Bila sejak usia 15 tahun hingga 45 tahun dia terus menerus ovulasi, lantas 10 tahun ia ber-KB, maka masa ovulasinya lebih pendek dibandingkan terus-menerus. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan pil KB sebagai alat kontrasepsidapat menurunkan kejadian kanker ovarium sampai 50 persen.9. Pengguna Estrogen
Risiko yang sama akan terjadi pada wanita yang terlambat menopause. "Karena rangsangan terhadap endometrium akan lebih lama, sehingga endometriumnya akan lebih sering terpapar estrogen. Jadi, sangat memungkinkan terjadi kanker." Tak heran bila wanita yang memakai estrogen tak terkontrol sangat memungkinkan terkena kanker. "Umumnya wanita yang telah menopause di negara maju menggunakan estrogen untuk mencegah osteroporosis dan serangan jantung." Namun, pemakaiannya sangat berisiko karena estrogen merangsang semakin menebalnya dinding endometrium dan merangsang sel-sel endometrium sehingga berubah sifat menjadi kanker. Sebaiknya penggunaan hormon estrogen harus atas pengawasan dokter agar sekaligus juga diberikan zat antinya, sehingga tidak berkembang jadi kanker.


DAFTAR PUSTAKA
dr. H. K. Suheimi. “Deteksi dini Ca ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses Senin 23 Juni 2008: http://ksuheimi.blogspot.com/2008/07/deteksi-dini.html
Permata Harapan. “Faktor Resiko Kanker Endometrium”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), 2008 : http://www.indocancer.com/cancer%20/article_detail.asp?cat=13&id=19
Yayan. “Mioma Uteri ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses October 4, 2008: http://duniakanker.wordpress.com /2009/02/01/kanker-endometrium/
H. Lee Moffitt Cancer Center and Research Institute “Adenocarcinoma of the Endometrium: An Institutional Review ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses 1999: http://www.medscape.com/
dr.Didi Kusmarjadi, SpOG “Hiperplasia Endometrium ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), 2009-03-05 : http : www.drdidispog.com /2009/02/hiperplasia-endome
whoellan. “ Kanker Endometrium ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses on February 1, 2009: http://duniakanker.wordpress.com /2009/02/01/kanker-endometrium/
Irham Suheimi. “Kanker Endometrium Laporan Kasus Ginekologi dan Onkologi ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), diakses Minggu 06 Juli 2008 , http://ksuheimi.blogspot.com/2008/07/kanker-endometrium.html
Indah Mulatsih. “ KIAT MENCEGAH KANKER RAHIM ”. Computer, writing, rhetoric and literature. (Jurnal Elektronik ), Diterbitkan di: Juli 14, 2008 : http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1826844-kiat-mencegah-kanker-rahim/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar